Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image

Ctrl + Alt + Del

  • Minggu, 20 November 2011
  • rani nuralam
  • Label: ,
  • Apa yang ditulis adalah masa depan. Maka dengki, sedih, kecewa, putus asa, cemas, marah, rasa cemburu, prasangka, sakit,  tidak boleh digambarkan dalam bentuk apa pun. Tidak juga dipublikasikan. Kendati hal itu cuma fiksi, yah, terlebih bila itu hasil imajinasi semata!

    Seluruh pikiran yang dicurahkan ke dalam sebuah media, lembaran kertas, contohnya  bisa jadi membahayakan. Yang tersimpan dalam otak, dimanifestasikan dalam karya, dilestarikan oleh waktu, dan tanpa disadari malah menjadi takdir. Padahal seringkali maksud hati cuma memberi kejutan buat penikmat karya kita di akhir cerita. Namun ternyata malah berbalik arah seperti bumerang.

    Sungguhlah menyenangkan bila hidup yang dijalani ini ibarat melaju di sebuah jalan tol pada pukul 06.00 di hari libur nasional. Tanpa kerikil, polisi tidur, macet, fatamorgana jalan, jalan berlubang, atau genangan air di musim banjir. Tapi, kita tahu, hal itu tidak mungkin! Tanpa hambatan – hambatan kehidupan, seseorang terperangkap dalam dunia anak – anak.

    Di lain pihak, seseorang perlu aktualisasi dan ruang ekspresi. Energi negatif harus dilampiaskan dengan cara positif.  Siapa bilang paparan fakta dan kenyataan hidup itu selalu indah? Tapi pada bagian kesimpulan yang harus dilakukan adalah menguraikan jalan keluar dan saran secara positif. Karena pelajarannya, apapun kemungkinan kesulitan yang akan dialami di suatu saat nanti telah diselesaikan sejak sekarang; dan bukannya mengakhiri cerita dengan cara memlintir tokoh ke dalam situasi yang lebih kelam.

    Kadang kala rasanya janggal, luar biasa, dan ajaib bahwa apa yang sudah ditulis menjadi masa depan. Terdeskripsi jelas di depan mata. Sosoknya bisa disentuh, kejadiannya ada, momen - momennya saling melengkapi satu sama sekali. Sampai terhenyak, mata terpincing, dan terus mengulang - ngulang bacaan yang sama saking sangsinya. Tulisan itu adalah magnet.

    AnugrahNya tak terperikan. Sangat istimewa.

    Yang sudah terlanjur, biarkanlah! Memang apa yang sudah ditulis tidak mungkin dihapus, tapi bisa diperbaiki.

    Sekarang waktunya menulis ulang.

    Seumpama komputer yang hang, maka tombol ctrl + alt + del mesti ditekan bersamaan! Restart.

    Belitung, Negeri Laskar Pelangi

  • Kamis, 10 November 2011
  • rani nuralam
  • Label: ,
  • Dari puncak mercusuar, Pulau Lengkuas
    Foto : Atiek Widyastuti


    Sekolah Laskar Pelangi, Belitung Timur



    Bendung Pice Besar, Belitung Timur, 1933 - 1936



    Bus Sinar Belitung. PP Tj. Pandan - Manggar.

    Dalam 4 jam perjalanan bolak - balik Tj. Pandan - Gantung 
    inilah satu - satunya transportasi umum yang kami papasi.



    Bertemayum di Tanjung Pendam


    Tanjung Tinggi Menjelang Petang



    Matahari tenggelam, Tanjung Kelayang
    Foto : Atiek Widyastuti

    Pasar Baro. Pelabuhan Kecil



    Pasar Ikan. Bersih





    Pukul 06.00
    Jalanan favorit para bikers. Di beberapa sudut kota, 
    kemiringan jalan bisa mencapai 45 - 90 derajat. Tiap akhir pekan
    The Belitong Bikers memusatkan aktivitas mereka ke Pantai Tj. Pendam



    Rumah Adat Belitong



    Borong



    Di sini juga







    Thaharah

  • Kamis, 03 November 2011
  • rani nuralam
  • Label: ,
  • sebelum sampai ke raudhah, ingin kupotong
    kegelapan di kalbuku: seperti memotong hewan
    kurban. Hati yang karam ke dasar malam
    betapa sulit dijangkau. Tinggal kilau mata pisau
    di tanganku yang gemetar menujumu


    Soni Farid Maulana, 2008
    (c) Copyright 2010 lampu bunga. Blogger template by Bloggermint