Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image

Rumah

  • Senin, 28 Mei 2012
  • rani nuralam
  • Label: ,

  • Rumahmu adalah sorgamu bagaimanapun buruknya gubuk – gubuk dan tenda
    plastik yang engkau bangun di bawah jembatan atau gedung megah
    kerajaan baru yang didirikan untuk istrimu, anak – anakmu, sanak – keluarga
    yang menumpang kenikmatan di dunia.

    Bila lidah kecut dan wajah masam antara sesama, meskipun itu anak – anakmu
    biarkan mereka pergi mengembara, sebelum mengetahui arti rumah bagi
    tumpangan segala yang damai dan suka ria.

    Neraka itu jangan dibungkus dalam kantong plastik sebagai bekal memasuki
    rumah, buanglah dikotak – kotak sampah dalam perjalanan, sebelum ada yang
    mengetuk pintu membangunkan ketentraman.

    Rumah adalah benteng atau gua batu tempat bertahan bagi musuh
    yang kau bangun dalam khayalmu sendiri atau warisan sejarah buruk yang diwariskan
    moyangmu dulu sebelum mengenal peradaban.

    Rumahmu bukanlah pusat segala kegiatan mengasah ketajaman pedang
    dan menyusun kamus keganasan menabung kecemasan dan kekecewaan.
    Mengharamkan senda – gurau dan taklid kepada kepongahan.

    Rumahmu adalah sorgamu, bentangan sajadah penghuninya, para
    pendiri bangunan ibadah. Yang di dalamnya, dan seluruh rumah dekat
    dengan ALLAH!

    Slamet Sukirnanto, 1993

    Bangunan Sekolah

  • Senin, 14 Mei 2012
  • rani nuralam
  • Label: ,


  • setiap pagi minggu
    anakanakku mengajak ke bangunan sekolahnya
    yang baru dibangun
    dengan sorot matamentari membias wajahwajah
    patria
    mereka berharap cepat selesai agar dapat belajar
    untuk menyongsong masadepan
    aku sangat bangga ketika mereka menyatakan
    betapa besar cinta mereka terhadap negeri ini
    tapi di balik itu aku bagai disayat sembilu
    konstruksi bangunan, penyediaan sarana dan prasarana sekolah ini
    apakah dapat mewujudkan citacita mereka
    karena biaya pendidikan teramat mahal
    dan pelaku pendidikan masih mencaricari sistem
    anakanakku masih menatap bangunan sekolahnya
    dengan matamentari dan wajahwajahpatria

    Arsyad Indradi, Banjarbaru,1979

    Kelima Anakku

  • Senin, 07 Mei 2012
  • rani nuralam
  • Label: ,



  • Yang tertua bernama Harun kelahiran September 1999. Bermain bola jadi hobinya. Dia sering lupa waktu bila sudah bermain. Kalau jadwal belajarnya tak diawasi dengan ketat, alamat nilai rapornya terancam kebakaran, padahal peringkatnya di kelas sudah masuk sepuluh besar. Bila diberi dorongan ekstra, juara satu pasti bisa diraih!

    Di tahun yang sama selang delapan hari kelahiran Harun, Aditya hadir ke muka bumi. Bayi – bayi yang lahir seperti tak ada bedanya: mungil, botak, telanjang, dan menjerit – jerit. Tapi menjelang usianya yang ketiga belas tahun ini penampilan anakku berubah drastis. Potongan rambutnya ABC (ABRI Bukan Cepak iya). Terlihat “gaul”. Di dalam kelas anakku ini selalu jadi penyemarak kami dan caper (cari perhatian). Tapi bila kufokuskan materi untuknya, tiba – tiba dia malah hilang arah. Ah, andai saja ia tahu kasih sayangku selalu coba kubagi seadil – adilnya, yang diperlukannya sebenarnya hanya belajar, konsentrasi dan bersabar.

    Anak perempuanku satu – satunya bernama Dina. Lahir di musim hujan November 1999. Suaranya jernih bagai suara penyiar yang sedang bicara melalui corong suara. Dipoles sedikit, mungkin benar anak gadisku kelak akan jadi penyiar radio. Aku tak mengkhawatirkan tekad belajarnya. Dia sudah les ini dan itu sehabis pulang sekolah. Uji kompetensi berkala yang kuberi kerap menempatkannya di nomor satu sebagai peraih nilai tertinggi.

    Satu – satunya pesaing berasal dari Yudis. Hitam matanya terlihat besar dan cemerlang. Rambutnya bagai bulu landak yang dipangkas rapi. Bicaranya  lugas selayaknya anak – anak. Dia juga anak yang sibuk. Pada hari – hari tertentu tak berapa lama sehabis pulang sekolah anakku yang lahir di penghujung tahun 1999 ini sudah harus mengikuti TPA, kegiatan bela diri Thifan, atau mengerjakan PR yang seabrek – abrek dari guru – gurunya di sekolah.

    Albi, anak bungsuku yang pemalu lahir Januari 2000. Kami punya kegemaran yang sama yakni bersepeda. Jam terbang bersepedanya sudah banyak karena ia sering memakai waktu luangnya dengan bersepeda ke mana – mana bersama teman – temannya. Anak sekecil itu sudah bersepeda ke tempat – tempat yang masih kurencanakan untuk kapan – kapan. Kendati begitu, senang sekali lihat perkembangan tingkat kepercayaan dirinya dan perhatiannya pada pelajaran meningkat. Tapi bahkan, Rasulullah pun mengingatkan belajar hingga ke liang lahat! Mudah – mudahan semangat belajar tak mengendur sehabis ujian.

    Jarak usia kelima anakku tak berbeda jauh, tapi aku tak serajin itu melahirkan. Ibarat sebuah sulap, mereka tiba – tiba sudah hadir dalam kehidupanku, di dalam sebuah kelas kecil yang kami asuh. Hari ini mereka menghadapi Ujian Nasional yang diselenggarakan serentak di seluruh tanah air. Sampai hari Rabu kemampuan akademis mereka diuji. Aku mungkin ibu yang tak mereka bayangkan, guru yang akan segera dilupa, tapi aku mendoakan kesuksesan mereka. Selamat berjuang, Nak! Siap tempur ya? Bismillahirrahmanirrahim.
    (c) Copyright 2010 lampu bunga. Blogger template by Bloggermint