Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image

Cerita tentang Seorang Wanita

  • Senin, 23 Februari 2015
  • rani nuralam
  • Label: ,

  • Cerpen Muhammad Ferdiansyah (Suara Merdeka, 7 Oktober 2012)


    ADA sebuah cerita yang belakangan ini berkembang luas dalam commuter yang kutumpangi setiap pulang kerja. Sebuah mitos tentang wanita misterius. Ia sangat dingin. Sikapnya menunjukkan sisi manusiawi yang sebelumnya tak pernah kau jumpai. Ia selalu sendiri, tak pernah bersama seorang teman, lebih-lebih kekasih. Apakah ia manusia?

    Dalam cerita yang berkembang—pria yang pertama kali melihatnya—menganggap ia seorang wanita yang benar-benar baru di dunia ini. Tidak pernah ada presedennya. Seakan-akan tidak terlahir dari rahim seorang ibu. Ia lahir tanpa ibu, itu mengapa ia tampak sangat tidak manusiawi. Ia adalah sekuncup bunga yang baru berkembang. Ia bangun seperti bunga dan tidur seperti bunga. Ia akan menyebarkan wewangian bunganya pada setiap orang yang dilewatinya. Wangi bunga yang ilmiah atau mungkin mistis, jenis wangi baru yang tidak pernah terendus hidung mana pun.

    Bagaimana ia berjalan? Ia melakukannya selembut nadi yang berdenyut. Bagaimana ia bernapas? Ia melakukannya sedingin hembusan angin. Bagaimana ia tersenyum? Ia melakukannya seperti cahaya yang mengkilat. Bagaimana ia melihat? Ia meracuni setiap insan di sekelilingnya.

    Lalu apa relevansinya ia dengan commuter ini. Ini mirip beberapa cerita fiksi, ada seseorang yang melihat penampakannya di dalam sebuah commuter. Dalam sudut pandang yang misterius. Entah ini benar atau tidak, atau mungkin hanya bagian dalam romantika kepekatan hidup.

    Bagian inilah sisi mistisnya mulai tampak. Ia memilih seorang pria, bagaimana caranya memilih tidak ada yang tahu, berharap saja ia tidak pernah akan memilih dirimu. Pria itu akan terhipnotis oleh bau harum berbunga-bunga dari tubuh wanita itu, bahkan wanita itu tidak sedikitpun mencoba merayunya. Kemudian pria itu jadi tergila-gila. Pikirannya kacau, tidak bisa berpikir jernih seakan-akan seekor serangga kecil masuk lewat kupingnya. Lantas serangga kecil itu akan memakan perlahan-lahan otaknya sampai habis tak tersisa, sampai isi kepala jadi kosong.

    Kalau sudah demikian pria itu tidak akan bisa selamat. Pria itu akan dibawa ke suatu tempat yang berada di luar dunia manusia. Esoknya seseorang polisi atau pemulung atau pejalan kaki akan menemukannya tertidur di tempat macam lapangan sepak bola atau parkiran atau mungkin di pinggir sumur. Pria itu suwung. Pria itu tidak bisa mengingat apa yang telah terjadi. Tidak ada yang hilang dari kantongnya, begitu juga keselamatan dirinya, semuanya masih utuh. Kelihatannya semuanya begitu normal, namun sebenarnya hawa kehidupannya sudah dihisap wanita itu. Orang-orang di dekat pria itu perlahan-lahan akan mati, terkontaminasi dengan racun yang terjangkit pada diri pria itu. Cerita menyeramkan seringkali menawarkan fragmen-fragmen kematian.

    ***

    TENTU saja cerita ini bukan hanya satu-satunya yang berkaitan dengan wanita ini. Masih banyak cerita-cerita mistis yang berceceran tentang wanita misterius ini. Kali ini disangkut-pautkan dengan perkosaan. Wanita ini adalah korban pembunuhan yang didahului perkosaan. Mayatnya tergeletak begitu saja bagai seonggok sampah di sebuah taman. Taman itu dipenuhi dengan berbagai jenis bunga yang sedang mekar, baunya semerbak. Bau itu bersenyawa mencipta sebuah wangi baru, wangi yang menuntut balas. Dikisahkan kemunculannya dalam commuter dengan niat menuntut balas pada si pembunuh. Karena perkosaan yang dilanjutkan dengan pembunuhan itu bermula dari dalam commuter ini.

    Cerita berikutnya agak berbau ilmiah dan kriminal. Wanita ini adalah tokoh kriminal, ia mencuri, menipu dan tak segan-segan membunuh. Korbannya tentu saja lawan jenisnya. Dengan daya tarik sensualnya memperdaya setiap pria yang memandangnya. Merayunya dengan kata-kata yang manis atau hanya dengan gerak tubuh yang erotis. Begitulah para pria masuk dalam jerat mematikan nan menggoda itu. Klimaks dari cerita ini adalah balas dendam salah satu korbannya. Yang sudah termakan akan berahi yang terlanjur menjalar dalam nadinya. Yang tidak terima cintanya telah dimainkan oleh jari-jari lentiknya. Ujung-ujungnya wanita ini mati. Ada dua versi kematiannya. Yang pertama pria itu sengaja membunuhnya. Yang kedua si pria dan si wanita bertengkar. Tidak sengaja si pria mendorong wanita itu terlalu keras. Wanita itu terjatuh di atas rel, dalam sekejap tubuhnya terlindas commuter.

    Wanita itu hidup lagi dengan wujud lain. Dengan kegeraman yang melekat. Ia akan merayu setiap pria hal yang sama yang dilakukan saat masih hidup. Hanya kali ini ia akan mencabut nyawa setiap korbannya. Kembali dengan teror mengerikan yang berakhir dengan kematian. Hanya saja banyak yang tidak sadar sebenarnya alasan balas dendamnya tidak masuk akal. Bukankah selama hidupnya ia telah berbuat jahat. Kematiannya sama saja dengan sebuah karma. Lalu kenapa ia masih gentayangan?

    Sebenarnya aku tidak suka dengan semua cerita yang menyudutkan tokoh wanita ini. Seolah-olah wanita ini adalah suatu bentuk kehinaan. Aku tersinggung dan aku punya alasan sendiri untuk tersinggung. Ini bersifat personal bagiku. Ia, yang kumaksud wanita itu adalah sosok yang sering kutemui dalam commuter ini sepulang aku kerja. Aku jugalah yang menyebar rumor tentang wanita ini. Rumor tentang wanita yang memiliki harum bunga yang misterius. Aku begitu yakin itu harum bunga dan aku yakin tidak pernah ada bunga di dunia ini yang menyebarkan harum ini—walaupun aku belum pernah mencium satu-satu seluruh bunga yang tersebar di bumi.

    Motivasiku menyebarkan rumor tentang ia, bukan untuk menjatuhkannya. Apalagi sakit hati dan berkembang menjadi dendam seperti cerita-cerita liar lainnya. Sulit rasanya untuk dendam pada seseorang yang tidak kukenal. Aku tak pernah bicara dengannya. Aku hanya penasaran padanya. Sebab itu aku sedih saat ia tidak muncul dalam rutinitasku, padahal itu baru beberapa hari. Aku menjadi melankolis, apalagi ketika melihat langit senja dengan semburat jingganya. Karena itu aku bersenandung, melantunkan kata demi kata yang kupikir sebuah potongan syair:
    Ia begitu dingin dalam tubuh manusia
    Tak ada yang janggal, hanya saja tidak manusiawi
    Ia berdiri laksana permata
    Wangi bunganya terpancar mengilhami
    Ia sangat menawan
    Ia membara
    Ia mengalir
    Ia pengelana
    Ia memberi dan ia mengambil
    Ia wujud dewi bunga
    ***

    TAK kusangka ada yang menggubrisku di tengah keramaian. Aku sedikit malu ketika seorang pria paruh usia yang berdiri di sampingku bertanya tentang ia yang berada dalam potongan syairku. Maka berluberlah karangan-karangan tentang ia. Aku sangat melankolis saat itu sehingga aku tidak terlalu memikirkan bahasa yang tepat yang kiranya bisa ditangkap pria paruh baya ini. Aku hanya mengeluarkan pujian. Hanya hari itu saja aku bercerita tentang ia. Beberapa minggu kemudian aku tidak mengerti mengapa syair-syair pujianku justru berkembang liar menjadi cerita-cerita yang kebanyakan horor. Beberapa cerita yang menempatkan ia sebagai sesuatu yang tak bermoral. Aku sedikit kecewa membiarkan mulutku mengeluarkan barisan kata-kata tentang ia kepada orang asing.

    Kalau bisa sebenarnya aku ingin mencoba memperbaiki kesalahanku. Begitu besarnya keinginan untuk minta maaf. Saat ini aku hanya bisa berharap tidak ada orang yang menodong ia, mengacungkan telunjuknya ke depan matanya dan dianggap bertanggung jawab sebagai wanita dalam cerita mistis yang berkembang dalam commuter ini. Kalau itu terjadi aku merasa sangat berdosa.

    Aku bersyukur sikapnya tidak pernah berubah. Semoga ia tidak sadar tokoh wanita dalam cerita liar yang berkembang adalah dirinya—begitu juga yang kuharapkan dari orang lain. Atau sebenarnya ia sadar—aku yakin ia wanita yang cerdas, hanya saja bersikap acuh tak acuh.

    Sifat melankolisku sebenarnya agak memalukan karena ia tak pernah begitu lama menghilang. Aku masih sering satu commuter dengannya. Tentu kalau tidak sedang terburu-buru mengejar commuter aku akan menunggu di dekatnya agar kami bisa masuk ke gerbong yang sama. Kesedihanku melanda ketika ia masuk ke dalam gerbong khusus wanita.

    Aku tak pernah tahu alasan yang tepat kenapa aku tertarik padanya. Ini bukan tentang nafsu. Ini juga bukan tentang perasaan cinta. Tidak ada khayalan tentang ia dan aku dalam kehidupan rumah tangga. Tidak, bukan tentang ketertarikan antara Adam dan Hawa. Aku hanya penasaran. Aku masih yakin ia bukan manusia. Apa sih yang diharapkan darinya. Ia tak ubahnya sebuah bayang yang tak bisa kurengkuh maupun kuhirup. Ia adalah semu…. (*)

    Muhammad Ferdiansyah, mahasiswa D3Manejemen Pemasaran Fakultas Ekonomi UNS, tinggal di Solo.

    There’s No Such Thing As Coincidence

  • Senin, 09 Februari 2015
  • rani nuralam
  • Label: ,



  • Dalam suatu majelis, ibuku mengajukan pertanyaan. “Pernahkah tanpa sengaja kau memikirkan seseorang yang sudah lama tidak ditemui, tapi tiba – tiba orang tersebut muncul atau kau bertemu dengannya  atau kau menerima telepon darinya?” 

    Iya, saya pernah. Tapi itu pertanyaan retoris yang tidak dimaksudkan  untuk dijawab seketika. Jadi, saya jawab dalam hati. Padahal .... Ah, betapa saya sangat ingin mengatakan dengan lantang ke seluruh dunia, saya pernah. Dua kali! 

    Yang pertama, terjadi sekitar dua tahun lalu ketika saya kecewa dengan perlakuan ibu – ibuku terhadap anaknya. Tak ada seorang pun yang dapat saya ajak berbagi kecuali seorang teman. Tapi saya bingung menghubunginya karena nomor telepon selularnya hilang. Dia muncul pada malam harinya, ke kediaman saya, berdiri tegak menghambur ke ruangan sambil senyum – senyum.  Dia muncul begitu saja, tanpa mengirim SMS terlebih dahulu untuk memastikan saya ada di tempat seperti biasa. Kemudian, kami saling berbagi. 

    Kedua, yang belum lama ini terjadi saat benak saya  penuh dengan berbagai rasa mengenai kondisi kesehatan bapak yang memburuk dan harus dirawat di rumah sakit. Sedih,  prihatin, cemas adalah ekses yang harus saya tanggung. Untuk meringankan beban,  pikiran saya terpaut pada seseorang yang tahu persis tentang pengobatan dan sangat ingin saya dengar penjelasannya. Tapi profesinya membuatnya sangat sibuk. Saya sedang menimbang – nimbang waktu yang tepat dan sopan menghubunginya. Dan tiba – tiba di pagi itu ia begitu saja menelepon saya. Saya tak dengar lagi sapaannya karena sudah langsung menyatakan kelegaan saya ditelepon olehnya.  Kami bicara banyak meskipun beberapa hal menceloskan hati saya dan membuat saya bingung, tapi di akhir pembicaraan kami, hati saya menjadi hangat, berderai air mata.

    Lanjut ibuku, “Itu adalah kuasa Allah yang sedang menghiburmu dan tidak ada yang namanya kebetulan”

    Ada perasaan yang membahana di dada saya. Rasanya ajaib menerima pertolongan itu. Saya mungkin menangis, tapi sekaligus senang.

    Allah Mahabesar! Yaa Kariim, bilamana telah kau hadirkan mereka dalam hidupku untuk menghiburku, maka kiranya kabulkanlah keinginanku untuk membalas sebagaimana mestinya.  Yaa Rabbi, sekarang apa yang harus kulakukan? (Q)

    Bunga Rampai Kelas IX

  • Senin, 02 Februari 2015
  • rani nuralam
  • Label: ,


  • 1
    Locker

    Locker …
    Kau menutupi semua kesalahanku
    Kau menyimpan segala rahasiaku
    Semua barang berharga kutitipkan padamu
    Kau tahu liak liuk kehidupanku
    Tolong jagalah dengan baik
    Kupercayakan semua ini padamu
    Jangan kau pudarkan rasa percaya ini padamu
    Kau tahu segalanya tentangku
    Semua tentangku kusimpan di dalam hatimu
    Walaupun hargamu tak seberapa
    Tapi kau sangat berharga bagiku
    Oh locker… tolong jaga kepercayaanku

    M. Ichwanul Fachri (15)
    Bekasi, Agustus 2014
    (c) Copyright 2010 lampu bunga. Blogger template by Bloggermint