Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image

Tanah Kelahiran

  • Senin, 05 Oktober 2015
  • rani nuralam
  • Label: ,


  • Seruling di pasir ipis, merdu
    antara gundukan pohonan pina
    tembang menggema di dua kaki,
    Burangrang – Tangkubanprahu.
    Jamrut di pucuk-pucuk,
    Jamrut di air tipis menurun.
    Membelit tangga di tanah merah
    dikenal gadis-gadis dari bukit
    Nyanyikan kentang sudah digali,
    kenakan kebaya merah ke pewayangan.
    Jamrut di pucuk-pucuk,
    Jamrut di hati gadis menurun.

    Ramadhan K.H.

    Saya Mau Masak

  • Jumat, 02 Oktober 2015
  • rani nuralam


  • Pulang mengaji Jejes tanya – tanya kukusan apa yang ada di dalam dandang. Begitu tahu apa yang sedang saya masak intensitasnya mengunjungi dapur pun jadi meningkat sambil bertanya, “Kapan matangnya?” 

    Skotel siap menjelang maghrib. Asap hangat mengepul di atas adonan. 

    Dalam perjalanan menuju ruang makan Jejes dan adiknya membuntuti saya. Mereka begitu sejak dua loyang panas keluar dari dandangnya.  Begitu tersaji di meja seiris demi seiris skotel yang fresh from dandang kami lahap.  Seiris itu tidak cukup. Buktinya ketika setengah jam berlalu dua loyang skotel sudah dalam keadaan kosong! Keduanya tergolek di wash stafel. Tak saya sangka secepat itu ludesnya. :D

    Saya sudah tersanjung dengan pujian Jejes sejak ia datang ke dapur, “Kapan matangnya?” atau bahasa tubuhnya yang mengatakan pingin bangets skotel bikinan saya. 

    Alhamdulillah! Karena seketika hati saya merekah merah merona bagai sebuah puspa yang sedang berkembang. Saya senang lihat skotel saya habis ludes laris manis. Lumayan buat orang yang hampir tak pernah memasak lagi. Semua bahan saya cemplungi pakai ilmu kira – kira saja. Tanpa takaran seperti yang tertera dalam resep. Jadi lebih kurang begitulah  tentang memasak, pakai feeling and everything will be okay. Haha.

    *

    Dari dulu saya ingin masak. Saya ingin menyiapkan hidangan keluarga. Tapi saya tidak sempat. 

    Waktu yang dulu itu saya ingin bikin makanan lezat dan nikmat buat almarhum bapak. Kami biasanya menyiapkan rebusan dari umbi – umbian, sari buah dan sayuran, lauk bakaran, lauk dingin, bubur bayi, minuman hangat tanpa gula atau dengan gula jagung untuk beliau. Hidangan begitu ‘kan bukan masakan! Saya ingin mengolah sendiri sejak memilih bahan – bahannya sampai menyajikannya di meja dari tangan saya sendiri. Saya ingin mendekor meja makan saya bagai seorang chef menyiapkan hidangan untuk tamunya. Sebetulnya secara sederhana saya cuma mau memasakkan sesuatu. Tetapi, untuk bapak kesempatan itu sudah lewat. Saya sibuk. 

    Kalau ada kesempatan memasak saya akan hepi sekali. Karena waktu itu adalah waktu bersenang – senang. Karena waktu itu saya bisa lihat orang yang saya sayangi menikmati segenap hati saja dalam hidangan. Karena waktu itu adalah waktu melepaskan lelah. (Q)
      
      

    (c) Copyright 2010 lampu bunga. Blogger template by Bloggermint