Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image

Ya Allah

  • Senin, 26 Desember 2016
  • rani nuralam
  • Label: ,

  •  









    Ya Allah, curahkanlah rahmat kepadaku dengan Al-Qur’an, dan jadikan Al-Qur’an sebagai pemimpin, petunjuk, dan rahmat bagiku. 

    Ya Allah, ingatkanlah aku terhadap apa yang telah aku lupakan dari Al-Qur’an. Anugerahilah aku kemampuan untuk senantiasa membacanya sepanjang malam dan siang. Jadikanlah Al-Quran hujjah bagiku (yang dapat menyelamatkanku) ya Rabbal ‘Alamin.
     
    Ya Allah, benahilah (pengetahuan dan pengamalan) agamaku, yang akan menjadi penjaga urusanku. Benahilah duniaku, tempat aku mencari penghidupan. Baguskanlah (kehidupan) akhiratku, tempat aku kembali. Jadikanlah hidupku sebagai tempat untuk melaksanakan segala kebajikan dan jadikanlah matiku sebagai pemutus segala keburukan.
     
    Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik umurku (agar menjadi amal yang terbaik) di akhir usiaku. Hariku yang terbaik adalah hari di saat aku bertemu dengan-Mu (kelak).
     
    Ya Allah, aku memohon hidup yang nyaman, mati yang tenang, dan tempat kembali (akhirat) yang tidak memalukan dan menghinakan.
     
    Ya Allah,  aku meminta permintaan yang terbaik, permohonan terbaik, keberhasilan terbaik, ilmu terbaik, amal terbaik, pahala terbaik, kehidupan terbaik, kematian terbaik, dan tetapkanlah aku dalam semua kebaikan itu. Beratkanlah timbangan (amal baikku), kukuhkanlah imanku, tinggikanlah derajatku, terimalah shalatku, ampunilah kesalahan-kesalahanku; dan aku memohon surga yang paling tinggi kepada-Mu.
     
    Ya Allah, pastikanlah aku memperoleh rahmat-Mu, meraih ampunan-Mu, terbebas dari segala dosa, mendapat manfaat dari segala kebaikan, meraup keuntungan berupa surga, dan terlepas dari siksa neraka.
     
    Ya Allah, baguskanlah akhir semua amal kami, serta jauhkanlah kami dari hinanya dunia dan siksa akhirat
     
    Ya Allah.. berilah kami rasa takut kepada-Mu yang akan menghalangi kami dari berbuat maksiat. Anugerahilah kami ketaatan kepada-Mu yang akan mengantarkan kami (memasuki) surga-Mu. Curahkanlah keyakinan sehingga meringankan musibah hidup yang menimpa kami. Limpahilah kami kepuasan dengan pendengaran, penglihatan, dan kesehatan selama Engkau menghidupkan kami, serta jadikanlah semua itu sebagai warisan bagi kami. Hadirkanlah seorang penuntut bagi siapa saja yang menzalimi kami. Tolonglah kami dalam menghadapi orang-orang yang memusuhi kami. Janganlah Engkau jadikan musibah dalam agama kami. Janganlah Engkau jadikan dunia sebagai tujuan utama kami, dan tidak pula tujuan utama ilmu kami. Janganlah Engkau tempatkan kami dibawah kekuasaan orang-orang yang tidak menyayangi kami.
     
    Ya Allah.. janganlah Engkau sisakan secuil dosa-pun (bagiku), melainkan Engkau ampuni semuanya. Janganlah Engkau tinggalkan sebersit keraguan pun (bagiku), melainkan Engkau hilangkan semuanya. Janganlah Engkau tinggalkan sepeser hutang pun (bagiku) melainkan Engkau lunasi semuanya. Janganlah Engkau abaikan segala kebutuhan dunia dan akhiratku, melainkan Engkau penuhi semuanya, wahai Dzat yang Maha Pengasih dari segala pengasih. 

    Ya Tuhan kami, anugerahilah kami kebaikan di dunia dan di akhirat, serta jagalah kami dari siksa api neraka. Semoga Allah mencurahkan shalawat atas nabi kita Muhammad, keluarganya, dan para sahabatnya yang terpilih, serta salam yang berlimpah ruah. 

    Aamiin.. Kabulkanlah ya Rabb.

    Ombak Tubuh

  • Senin, 07 November 2016
  • rani nuralam
  • Label: ,

  • Karya Asrina Novianti


    sepanjang tahun
    kau simpan ombak
    di tubuhku
    meraba getar dan cemas
    atau asin air mata yang bergulir

    waktu pun bersujud
    di malam-malam diamku
    saat engkau jauh
    seperti tak selesai kuingat
    apa yang pernah kau eja
    di tubuhku

    atau pada gelungan rambutku
    yang genih kaucium
    seperti membelah
    kecambah lelah

    plawad, 2013

    Lorong Lelaki

  • Senin, 03 Oktober 2016
  • rani nuralam
  • Label: ,


  • Karya Asrina Novianti


    aku memasuki lorongmu
    berharap betah di getah tahun
    membangun pondok
    juga sebuah ranjang hangat
    merawatmu seperti lingkar mawar

    di sana
    aku berdiam diri
    mengobati kelammu
    dan belajar dari setiap gemetaranmu

    plawad, 2013

    Menyesal

  • Senin, 05 September 2016
  • rani nuralam
  • Label: ,

  • Karya Ali Hasimi


    Pagiku hilang sudah melayang
    Hari mudaku sudah pergi
    Sekarang petang datang membayang
    Batang usiaku sudah tinggi



    ... dan kukutip

  • Jumat, 02 September 2016
  • rani nuralam


  • Penerusku yang baik dan tidak beruntung

    Yah, aku tidak bisa berpura – pura kau bisa saja tidak ada di sana demi aku lagi, di suatu tempat, menunggu untuk menyelamatkanku bila hidupku pada suatu hari terakhir. Dan karena aku punya informasi lagi untuk ditambahkan pada semua yang (kuanggap) telah kau baca dengan teliti, aku merasa harus mengisi botol kecil pahit ini sampai penuh. “Belajar sedikit itu berbahaya," pepatah yang suka dikutip sahabatku Hedges. Tapi dia sudah tiada, dan meninggal seakan akibat tanganku sendiri, sama seperti kalau aku membuka pintu, menyerang dia. Lalu, berteriak minta tolong. Aku tidak melakukan itu, tentu saja. Kalau kau mengabulkan permintaanku untuk membaca sampai sejauh ini, kau pasti tidak akan meragukan kata – kataku.

    Tapi aku akhirnya meragukan kekuatanku sendiri, beberapa bulan lalu, dan itu karena sebab – sebab yang berhubungan dengan kematian Hedges yang mengerikan dan membuatku sangat marah itu. Aku lari dari makamnya ke Amerika – hampir dalam artian harafiah. Setelah aku berangkat ke Amerika, kupikir mengecewakan beberapa orang di Oxford dan membuat orang tuaku sangat sedih, tapi kudapati diriku di dunia baru yang lebih cerah, di mana masa kuliah mulai lebih cepat, dan para mahasiswanya mempunyai pandangan terbuka serta praktik yang tidak dikenal di Oxford.
    … .
    Aku tidak takut lagi konsekuensinya, karena yang terburuk yang bisa kubayangkan sudah menimpa diriku; dalam hal ini, setidaknya kekuatan – kekuatan gelap itu salah perhitungan. Tapi, bukan kebrutalan apa yng terjadi berikutnya yang mengubah pikiranku dan mengajarkan arti takut yang sebenarnya padaku. Melainkan kebriliannya.
    … .
    Aku berjalan pergi dari pintu dengan sikap hati – hati, lalu keluar dari kastil merah besar tempat dia dan kolega – koleganya bekerja. Di udara yang terbuka di mall, aku berjalan menyeberangi lapangan rumput hijau ke bangku dan duduk di sana, mencoba merasa dan menampakkan sikap tidak peduli.

    Buku itu langsung terbuka di tanganku, dengan kepatuhan jahatnya yang biasa, dan aku mencari – cari tanpa hasil sehelai lembaran lepas atau sesuatu yang mengejutkan di sana. Hanya setelah membalik setiap halaman satu persatu barulah kutemukan – jiplakan persis menggunakan kertas karbon seakan seseorang menggunakan petaku yang nomor tiga, yang paling rinci, dan menjiplak seluruh garis dan titik yang ada di situ.  Dari semua itu hanya satu detail yang berbeda dengan petaku. Di bawah Kuburan Terkutuk, ada tulisan dalam huruf Latin menggunakan tinta yang tampaknya sama dengan tulisan – tulisan lain. Di atas tanda lokasi kuburan itu, ditulis melengkung mengitarinya seakan untuk menekankan hubungannya dengan titik tersebut, kubaca tulisan BARTOLOMEO  ROSSI.

    Pembaca, juluki aku pengecut kalau kau ingin, tapi aku langsung berhenti saat itu. Aku professor muda dan tinggal di Cambridge Massachusetts, tempat aku mengajar, makan makan di restoran dengan teman – teman baruku, dan seminggu sekali menulis surat kepada orang tuaku yang sudah tua. Aku tidak membawa – bawa bawang putih … setiap kali mendengar langkah kaki di koridor. Aku punya perlindungan yang lebih baik daripada itu semua – aku berhenti menggali di simpang menakutkan dalam sejarah itu.  sesuatu pasti merasa puas melihat aku berhenti menyelidiki, karena aku tidak lagi diganggu tragedi – tragedi.

    Sekarang, kalau kau sendiri yang harus memilih antara kewarasan, kehidupan yang normal, atau ketidakstabilan yang sesungguhnya, yang mana yang akan kau pilih, sebagai jalan hidup yang benar bagi akademisi dalam kesehariannya?  Aku tahu Hedges tak akan memintaku terjun ke kegelapan, tapi kalau kau membaca ini, artinya kejahatan itu akhirnya telah datang padaku. Kau pun harus memilih. Aku telah memberikan padamu semua yang kuketahui mengenai kegerian ini. Setelah mengetahui kisahku, bisakah kau menolak menolongku?

    Aku yang sangat berduka, Bartholomew Rossi



    Kostova, Elizabeth. 2007. Sang Sejarawan. Hlm. 123 – 125. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.




    Ruang Tunggu

  • Senin, 01 Agustus 2016
  • rani nuralam
  • Label: ,

  • Karya Asrina Novianti


    hanya igau
    radang kenangan
    seperti sayap waktu
    lungkrah di telapakku

    mungkin perlu kusimpan
    salur ingatan
    kau yang meriang
    menembusku
    dan pintu ruangan
    belum juga terbuka

    2013

    Perempuan Itu Menenun Hujan

  • Senin, 04 Juli 2016
  • rani nuralam
  • Label: ,

  • Karya Sindu Putra


    perempuan itu menenun hujan
    di Slade.          100 menit dari Rembige
    tempat tinggalku.

    dengan tangan lumpuh layu
    perempuan itu mengetuk-ngetuk tanah
    sementara tubuhnya basa oleh gelap
    : “Saya membuat sayap burung api
    dengan benang emas dan serat perak…,” tuturnya

    1000 tahun dari diriku,                  di Slade
    di tengah angin matahari
    perempuan itu menenun hujan
    hujan musim kemarau
    untuk tubuhku yang gelap

    2013

    Di Lombok, Aku Dapatkan Nama

  • Senin, 06 Juni 2016
  • rani nuralam
  • Label: ,

  • Karya Sindu Putra


    batu belig                    batu bolong                 batu basong
    batu dawa                   batu godog
    batu kumbung             batu kliang                  batu layar
    batu luwang                batu nyala                    batu ringgit

    di Lombok, aku dapatkan nama untuk diriku
    untuk mengapungkan aku,                  pada tanjung paling terpencil
    : batu dari yang terpojok dalam hidupku
    batu kecil yang terbelah dua               : terbuka dan tertutup sendiri

    2013

    Aku dan Jiwaku

  • Senin, 02 Mei 2016
  • rani nuralam
  • Label: ,


  • Karya Ni Made Purnama Sari


    Aku dan jiwaku
    berbaring berdampingan
    kami telanjang
    Bagai dua kanak remaja
    Kami saling tatap
    seolah lama tak perjumpa

    Ia tampak lebih tua
    waktu terlalu lekas baginya
    Sedangkan aku serupa dulu
    waktu telah lama berhenti
    sebab ia bukanlah milikku lagi

    Ke mana kau akan pergi
    bila akhirnya kita mati?

    Jiwaku tersenyum diam-diam
    Balik tanya hal sama padaku

    Aku mau pergi ke bulan
    dipuja penyair dan kekasih malam kasmaran
    Atau datang ke lain dunia
    jadi tukang pos kesepian
    tak jemu mengirim surat untukmu

    Aku dan jiwaku
    berbaringan berdampingan
    menanti pagi datang

    Di luar maut menunggu
    menyamar hujan semalaman
    menyemai mawar-mawar duri
    di taman-taman

    Di taman-taman

    2014

    Kasuari

  • Senin, 04 April 2016
  • rani nuralam
  • Label: ,






  • Karya Ni Made Purnama Sari

    Seekor kasuari mengembara
    pada tahun yang belum selesai disusun
    Ruhnya piatu, bagai menyusur rimba raya
    mencari bulan yang dulu dikenang
    ketika terlahir sendirian, dikepung gigil malam
    dan ibu mati diburu

    Bertemu ia dengan kuda-kuda
    liar berpacu dari sabana Sumba
    Derap derunya serupa pakik monyang kami
    melawan laju waktu, terasing dari masa lalu
    Tak tercatat pada buku-buku sejarah ini

    Kasuari merah pualam
    pergi ke sungai tanpa muara
    Seorang bocah mengurung arus
    tawanya nyaring, mengandaikan diri bajak laut
    Menyamar ikan-ikan bebatuan
    Merompak mimpi segala perahu
    yang karam sebelum sampai di Melayu,
    Pesisir Madagaskar ataupun tanah janjian nun di mana

    Pandang kasuari membayang
    betapa ingin mengelana jauh
    melampaui lembaran kain tenun
    menuju hutan seberang pulau
    bersarang di tengah kabut danau
    memanggil kerdip bintang dan ruh para monyang
    yang tak pernah menjenguknya barang sekali

    Demikianlah saban malam
    menyusur tenun yang belum usai itu
    ia mencari rumah muasal yang dulu
    entah di lembah mana, ngarai gunung yang mana

    Sementara embun membasuhnya pelan-pelan
    serupa air mata para dewata

    2014

    Menyimak Musk di Kafe

  • Senin, 07 Maret 2016
  • rani nuralam
  • Label: ,



  • Karya Aan Mansyur

    Tidak ada yang istimewa dari kafe itu. Minumannya
    biasa-biasa saja. Lampu-lampunya terlalu terang.
    Dan para pengunjung ribut membicarakan negara
    yang sedang tidur.

    Panggung dan alat-alat musik di panggung kafe istirahat
    setengah jam. Pukul 2 tiba dan seorang perempuan
    menyanyikan lagu favoritmu. Aku menikmati tiga
    hal dari lagu itu. Gempa waktu, rasa sakit, dan
    sesuatu yang belum kutahu namanya.
    Aku pulang dan jalan beraroma kampung
    halaman terbakar. Aku berhenti setiap ada pohon
    mengucapkan terima kasih sebelum tiba pada
    jam-jam tidak bisa tidur di kamar.

    Lagu itu belum berhenti. Rasa sakit tumbuh seperti
    kalimat-kalimat indah di buku-buku puisi Sylvi
    Plath. Aku mencintaimu dan mencitai
    kehilanganku atasmu.

    Di kafe itu, orang-orang berbahagia demi mengibur
    kesedihan mereka. aku berbahagia karena selalu
    bisa sedih pernah memiliki.

    Menyaksikan Pagi dari Beranda

  • Senin, 01 Februari 2016
  • rani nuralam
  • Label: ,

  • Karya Aan Mansyur


    Langit menjatuhkan banyak kata sifat. Tidak satu pun
    ingin kutangkap dan kuingat. Kubiarkan
    mereka bermain seperti anak-anak kecil sebelum
    mengenal sekolah. Mereka menyentuh pepohonan
    dan membuatnya berwarna-warni. Mereka
    memanjat dinding dan jendela bercahaya. Mereka
    mencelupkan jemari di kopi dan mimpiku meluap
    jadi mata air di halaman.

    Orang-orang melintas membawa kendaraan.
    Mereka menyalakan radio dan tidak mendengarkan
    apa-apa. Mereka pergi ke kantor tanpa membawa
    kata kerja. Mereka tergesa, tapi berharap tidak tiba
    tepat waktu.

    Jalanan keruh sekali setelah pukul tujuh pagi. Satu-
    satunya jalan keluar adalah masuk. Tutup pintu.
    Biarkan jalanan tumbuh dengan hal-hal palsu.

    Aku ingin mandi dan tidur siang berlama-lama. Aku
    mencintai kemalasanku dan ingin melakukannya
    selalu. Pada malam hari, aku ingin bangun dan
    mengenang orang-orang yang hilang.

    Sudah tanggal berapa sekarang

    Gunung Papandayan

  • Senin, 11 Januari 2016
  • rani nuralam
  • Label: ,

  • Kami berada di Gunung Papandayan akhir November 2015. Hujan tidak turun setitik pun. Sementara suhu relatif normal. Alias tidak berada di posisi 100C seperti yang diperkirakan. Membawa baju penghangat dan sarung tangan dobel pun jadinya mubazir.



    Kemping, treking, dan hiking jadi bagian dari kegiatan kami di sana. Pada saat treking banyak kekayaan hayati yang bisa dinikmati. Kalau waktunya lebih longgar kami tentu dapat mengenal flora lebih dalam di kawasan gunung itu.  Mana yang bernama Pohon Suagi (Vaccinium valium), Edelweis (Anaphalis javanica), Puspa (Schima walichii), Saninten (Castanea argentea), Pasang (Quercus platycorpa), Kihujan (Engelhardia spicata), Jamuju (Podocarpus imbricatus), dan Manglid (Magnolia sp ). Adapun fauna di kawasan itu, meskipun disinyalir terdapat Babi Hutan (Sus vitatus), Trenggiling (Manis javanicus), Kijang (Muntiacus muntjak), Lutung (Trachypitecus auratus), beberapa jenis burung antara lain Walik (Treron griccipilla ), dan Kutilang ( Pycononotus aurigaste), tetapi sepanjang menapaki jalan menuju gunung tak kami temukan seekor pun.



    Sebagai orang awam, pencinta alam dadakan yang bermodal stamina “seadanya” kawasan gunung Papandayan dapat ditaklukan siapa pun. (Stamina seadanya tentu maksudnya bukan yang tak pernah olahraga atau sakit – sakitan.) Tergantung pilihan : mau dipandang sebelah mata oleh para pecinta alam yang  bertaburan di sana atau sebaliknya. Menapaki sejengkal demi sejengkal atau naik ojeg ke tujuan. Di sana ojeg beroperasi dengan menggunakan motor trail.



    Letak Geografis
    Situs Wikipedia menyebutkan Gunung Papandayan adalah gunung api strato yang terletak di Kabupaten Garut, Jawa Barat tepatnya di Kecamatan Cisurupan. Kompleks gunung berapi itu masih aktif dan mempunyai luas 10 Ha. Gunung dengan ketinggian 2665 meter di atas permukaan laut itu terletak sekitar 70 km sebelah tenggara Kota Bandung.

    Topografi di dalam kawasan curam, berbukit dan bergunung serta terdapat tebing yang terjal. Menurut kalisifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk type iklim B, dengan curah hujan rata-rata 3.000 mm/thn, kelembaban udara 70 – 80 % dan temperatur 10 ยบ C.

    Pada Gunung Papandayan, terdapat beberapa kawah yang terkenal. Di antaranya Kawah Mas, Kawah Baru, Kawah Nangklak, dan Kawah Manuk. Kawah-kawah tersebut mengeluarkan uap dari sisi dalamnya.




    Letusan
    Sejarah mencatat  gunung api Papandayan telah beberapa kali meletus pada:
    1. 12 Augustus 1772. Letusan besar pada tahun ini menghancurkan sedikitnya 40 desa dan menewaskan sekitar 2957 orang. Daerah yang tertutup longsoran mencapai 10 km dengan lebar 5 km.
    2. 11 Maret 1923 terjadi sedikitnya 7 kali erupsi di Kawah Baru dan didahului dengan gempa yang berpusat di Cisurupan. (a) 25 Januari 1924, suhu Kawah Mas meningkat dari 364 derajat Celsius menjadi 500 derajat Celcius. Sebuah letusan lumpur dan batu terjadi di Kawah Mas dan Kawah Baru dan menghancurkan hutan. Sementara letusan material hampir mencapai Cisurupan; (b) 21 Februari 1925, letusan lumpur terjadi di Kawah Nangklak; (c) 1926 sebuah letusan kecil terjadi di Kawah Mas.
    3. 15 Agustus 1942
    4. 11 November 2002. Gunung bertipe Stratovolcano ini saat sebelum meletus pada tahun 2002 mempunyai empat buah kompleks kawah besar. Setelah meletus kawah ini menjadi sebuah areal kawah yang cukup besar. Bentuk kawah ini terlihat jelas dari kejauhan.



    Cisurupan
    Sampai di Cisurupan para pendaki menyewa angkot atau mobil pick up menuju area pertama sebelum pendakian. Jalanan beraspal dan sudah mulai menanjak dengan kemiringan bervariasi.




    Camp David
    Dari tempat kami berkemah perjalanan menuju start point membutuhkan waktu sekitar 45 menit jalan kaki. Meskipun untuk mencapainya dapat dijangkau dengan kendaraan roda dua maupun roda empat.  Camp David adalah titik awal pendakian.atau biasa dikenal sebagai Pos Satu. Rute perjalanan tergolong sangat mudah karena masih melalui jalan beraspal. Para pendaki biasanya berkumpul di sini dengan kelompoknya masing-masing sebelum mulai mendaki. Di sini banyak berdiri warung – warung yang menjajakan makanan dan minuman.




    Pada awalnya rute tergolong jinak. Sisa letusan gunung Papandayan terakhir sudah menutup jalan beraspal yang dulu pernah ada. Bebatuan di sekeliling kami. Bebauan belereng yang meruap ke udara. Kepulan asap kawah. Lalu, terlihat pemandangan iringan manusia di bagian bawah gunung yang menyemut adalah pemandangan yang tak terlupakan.

    Meneruskan perjalanan ke Pondok Saladah barulah terasa gregetnya. Kemiringan permukaan tanah terasa ekstrim. Tiap 15 menit perhentian itu jadi keharusan karena harus mencari napas tambahan. Anak kecil akan senantiasa bilang, “Masih jauhkah kami dari titik berikutnya?” Saking beratnya rute.  Tetapi,  seorang bocah kelas 4 yang termasuk dalam rombongan tidak mengeluh seperti itu.



    Pondok Saladah
    Blok Pondok Saladah merupakan areal padang rumput seluas 8 Ha, dengan ketinggian 2.288 meter di atas permukaan laut. Di daerah ini mengalir sungai Cisaladah yang airnya mengalir sepanjang tahun. Lokasi ini sangat cocok untuk tempat berkemah. Di satu titik yang disebut Alun-alun sebelum letusan tahun 2002 banyak terdapat bunga abadi, edelweiss. Tapi setelah letusan bunga tersebut hingga saat ini belum tumbuh lagi. Di Pondok Saladah ini ada sungai kecil berair jernih hanya mengandung belerang.
    Pondok Saladah menjadi klimaks perjalanan. Kendati Tegal Alun merupakan titik prestise para pendaki gunung Papandayan, tetapi setelah itu kami pulang ke perkemahan.




    Perjalanan kembali ke tenda tidak kalah menantang. Jalan menurun tidak lantas dilalui dalam tempo singkat. Keluar dari Pondok Saladah kami memasuki belantara teduh di tepi tebing. Setelah itu menuruni jalan tanah berdebu. Debu dengan ketebalan 5 – 10 cm. Bilamana saat itu musim hujan saya membayangkan lumpur di mana – mana dan kami bagaimana pun harus melewati. Walaupun kering, jalanan itu licin sehingga kami harus berhati – hati.

    Berada di ketinggian itu sangat mengagumkan karena lihat pemandangan yang luar biasa.(Q)


    Daftar Pustaka:
    https://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Papandayan
    http://www.catatanhariankeong.com/2013/03/jalur-pendakian-gunung-papandayan.html

    Mengunjungi Museum

  • Senin, 04 Januari 2016
  • rani nuralam
  • Label: ,

  • Karya Aan Mansyur


    1.
    Ada remaja abadi yang tidak kaukenal dalam diriku.
    Selalu, di museum yang sama, ia seperti patung
    belum dirampungkan pahat. Ia tak mampu
    membedakan antara menghadapi lukisan dan berdiri
    di puncak tebing. Ia menjatahkan diri ke semesta
    benda-benda di bingkai ketika belum jadi bangkai
    atau hantu.

    Tempat tidur dan segala yang tertanggal di atasnya
    masih pepohonan. Bekas luka dan kesendirian
    perempuan itu masih kuda muda liar dan
    senyuman. Dan lain-lain yang hanya terlihat jika
    kausentuh. Waktu, umpama, sebelum terkutuk jadi
    kalender atau jam dinding yang ketagihan
    mengulang hidup dan tidak menyelesaikannya.

    Dunia lama selalu baru terjadi di hadapannya. Ia
    menjauhkan diri dari segala yang ada di luar pintu
    museum. Ia merasa terjebak di antara doa dan
    ciuman pertama. Jika ia menganggap lukisan
    sebagai keindahan, semesta itu memudar. Ia tidak
    ingin aman dan tercatat sebagai penghuni masa
    lampau terlalu cepat.
    Ia dan seorang gadis di sekolahnya pernah saling
    jatuh mencintai. Semua pria dewasa, termasuk guru,
    hanya orang bodoh di depan gadis itu. Ia ingin gadis
    itu tumbuh lebih nyata dari kecantikannya. Ia ingin
    menjadi sihir dan gadis itu percaya pada keajaiban.

    2.
    Ia ingin sihir tampak nyata dari lukisan atau
    lebih hidup dari seluruh yang sibuk di luar museum.
    Tapi ia tak ingin cinta jadi tangga yang mengangkat
    merendahkan diri sendiri.

    3.
    Ia setuju, dan ia tak setuju. Ia melihat gadis itu tak
    mampu menerima hidupnya sendiri sebagai
    kesibukan yang lumrah dan boleh ditunda. Ia
    mengejar dirinya sebagai karir, mengubah
    kecantikannya jadi jam kerja.

    Di museum, ia ingin mengembalikan bekas luka di
    punggung perempuan itu jadi senyuman. Ia ingin
    meniupkan apapun yang mampu mengubah ranjang,
    selimut, dan pakaian perempuan itu jadi serat-serat
    pohon. Ia ingin menjadi penyair atau, setidaknya,
    kembali jadi seorang yang belum pernah bercita-cita
    mengenal kuas dan warna. Ia ingin jadi pencuri
    takdir sendiri, pulang ke sekolah yang tidak kenal
    ujian dan acara penamatan.

    4.
    “Setiap orang adalah lukisan, jika tak membiarkan
    diri terperangkap bingkai,” kata pelayan toko buku
    itu pada hari terakhir bekerja, hari terakhir sebelum
    jadi hantu lain di pikiran remaja abadi dalam diriku.
    (c) Copyright 2010 lampu bunga. Blogger template by Bloggermint