Tiga detik saja, katanya, itu sudah cukup
Lalu kaupun membayangkan
Mata yang terpejam senyaman bayi terlelap
Wajah teduh sedamai tetirah di bukit rumput
Senyum tipis laksana mega yang melintas di leher gunung
Raga yang lega sepasrah bunga yang diantar sungai ke lautan
Sehabis terlunasi rindu tahun-tahun yang berlalu
Di suatu malam sahdu yang agak remang
Dengan sebuah kecupan lembut
Cukup tiga detik, tak perlu lebih
Karena di dadamu rindu sudah berkobar
Karena di kepalamu angan sudah bertumpuk
Karena di bibirmu kata-kata hendak keluar berebut
Tinggal meletus seperti lava panas Gunung Sinabung
Yang membasuh lereng dan dataran kampungmu
Cuma tiga detik?
Manalah mungkin
Dia telah menanti sejak lama
Sementara di seberang sana
Sejak tadi kau hanya mematut-matut,
Jemarimu di meja mengetuk-ngetuk pertanda ragu
Memandang mata hanya sesekali
Bahkan mengajakan pun tak berani
Perlu berapa lama
Agar kau patahkan pohon di hutannya
Agar kau basahi danau impiannya
Agar tereguk obsesi yang terus mengusik?
Mengapa terus menduga-duga
Sedang detik telah menjadi menit, menjadi hari, menjadi bulan
Menjadi tahun, menjadi abad
Dan kau terperangkap
Tanpa tahu jawaban sebenarnya
Hendry Ch Bangun, 5 September 2010 jam 14:19