Saya sudah satu jam bersamanya. Kini waktunya pulang. Karena sejam lagi ada tugas menanti. Kami masih menikmati kudapan waktu saya berkemas dan menyinggung niat saya pergi. Tahu – tahu wajah Zi berubah. Matanya sayu dan berkaca – kaca. Sambil membatu dia bilang, “Tapi aku ‘kan ingin berlibur denganmu, Bibi!”
Hmmm. Pernyataan itu tiba – tiba mengalirkan sesuatu yang hangat dan lembut di dalam benak saya; dan bagi saya terdengar sebagai sesuatu yang berbeda. Ia seolah – olah meminta, “Jangan pergi! Aku ingin bersamamu. Aku ingin memperlihatkan gayaku meluncur dari menara tiga meter. Aku dapat kok berenang sepertimu. Aku bisa menggerakkan kakiku seperti katak sebagaimana kau; menghentakkan kakiku seperti mesin turbo. Tetaplah di sini! Aku ingin kau temaniku.”
Giliran saya yang membatu. Banyak yang dipertimbang cuma buat menemani Zi berenang karena acara liburan bertabrakan dengan jadwal tetap saya. Tapi, dengan pengaturan 50 – 50 pasti semua orang dapat bagian dan saya tak ketinggalan apapun. Saya juga berpikir bahwa yang terpenting dalam kebersamaan bersamanya adalah kualitas, bukan kuantitas. Meskipun kini agaknya hal itu tak berlaku untuk urusan kami. Satu jam itu ternyata tidaklah cukup. Saya nyaris merusak harinya, membuatnya sedih selagi ia asyik berenang. Zi kemudian bicara baik yang meluluhlantakkan saya. Sebuah perasaan yang bisa membuat saya seketika membatalkan tugas hari itu. Tinggal angkat telepon dan urusan pun dijadwal ulang. It was the dumb thing, but - ehem! – unregretful! Heee … .
Yup, kami buang – buang waktu bersama – sama sampai kedinginan dan tangan berkeriput di tempat bermain itu. Saya sudah mengabaikan betapa berenang di kolam renang umum untuk orang seperti saya jadi sulit dan ribet. Kami hanya berenang – makan, berenang – makan. Untunglah tidak sampai kram.
Zi memang masih anak – anak, namun dalam beberapa hal, ia sudah berkata baik untuk saya. Senang rasanya mengetahui seseorang yang disayang mengatakan sesuatu yang baik untukmu. Saya ngeri membayangkan ayah anak – anak saya mengatakan sebaliknya tentang kami. Kendati ia belum memiliki kami, tapi saya berharap ia mendoakan kebaikan untuk kami. Saya tak ingin ia meramalkan pasangan hidupnya seseorang yang berskala 1 : 10. Tahukah kau di luar sana, ada yang begitu? Menyedihkan. Jadi kalau ia berharap ibu anak - anaknya adalah pakaiannya, maka ia pun harus jadi pelindungku sejak kami belum lagi bertemu. Demikianlah seharusnya! Vice versa.
Sebuah ungkapan bijak telah mengatakan, “Someone who can make other people feel important, is a great man.” Nice.
“Selamat ulang tahun, Zi. Terima kasih, Sayang. Terima kasih ya sudah membuatku penting dan istimewa. Semoga kelak kau menjadi orang besar yang selalu benderang dan hangat bagai mentari.” Cup! Dahi. Mata kanan. Mata kiri. Hidung. Dagu. Pipi kanan. Pipi kiri. Ting! √ (Q)