Ibuku ya cuma satu. Yang melahirkanku ya cuma beliau itu. Yang dikira orang keturunan Arab atau India lantaran hidungnya yang mancung. Yang kalau sedang senang hatinya akan memasakkan hidangan buat kami tak kira – kira. Yang naluri keibuannya begitu kuat sampai – sampai kadangkala timbul jengkelku karena seperti tertangkap basah merahasiakan sesuatu darinya. Ya yang itu, ibu kandungku.
*
Di luar itu kupunyai beberapa ibu. Tak sampai hitungan jutaan. Kupanggil ia : ibu, bunda, nenek, dan oma. Bila tak ada para ibuku, aku bagai itik kehilangan induk.
Mau sok maskulin seperti gaya Demi Moore dalam G.I Jane sudah keburu tertegur ibuku melalui keseharian penampilannya yang tetap terbungkus dalam pakaian yang rapat dan modis. Padahal ibuku yang baru datang dari Madinah ini kalau sudah melatih kalestenik auranya menyala – nyala dan bikin semangat semua orang bangkit.
Mau petentang petenteng menantang dunia, teringat pada ibuku yang nggak jago senam, yang gerakan senamnya tanpa power, yang suaranya telah parau, yang berkutat dengan masuk angin atau encok, yang banyak giginya tanggal, tapi tetap rutin datang ke klub senam. Hanya hadir. Tetap semangat. Dengan senyum yang sama dan sederhana.
Malu rasanya membusungkan dada karena ibu - ibuku orang hebat. Ibuku yang berikutnya ini juga. Beliau memiliki sederet piala kejayaan dan jago split. Tetapi beliau tetap bermurah hati membalas salamku dengan memberi ciuman pada pipi
Sebal kalau punya ibu yang bawel, sok tahu, dan egois. Bikinku ogah mendekatinya. Bertahun – tahun berlatih senam, gerakan senam ibuku ini tidak pernah beres. Begitulah kalau keras kepala dan sombong, meskipun begitu bukan berarti ia tak memiliki sisi terang. Siapa yang akan mengira ibuku yang satu ini melakukan suatu kebaikan dengan diam – diam.
Ibuku yang lain sebenarnya hendak menjadikanku anaknya. …
Satu saat ibuku membisikkan doanya ke dalam telingaku agar aku mendapatkan yang terbaik.
Silih berganti ibu – ibuku itu menuangkan air segar ke dalam pot kehidupanku sehingga kembangnya tetap segar.
Merekalah ibuku. Mereka para wanita yang mampu mengistimewakan diri sendiri. Produk kolot, jadi tahu betul arti malu. Banyak cingcong pada sesuatu yang meresahkan norma. Tetap menyinari kendati usia menuju senja. Biar dibilang "neli" hanya karena berpenampilan trendi dan enerjik, mereka santai saja. Ibu - ibuku adalah wanita sholeha, anggota pengajian, kecuali oma.
Mendapatkan mereka tahun ini juga merupakan berkah sehingga kalau aku menangis, aku sudah tahu harus lari kemana.
Kampung Betawi
Kali ini tidak jauh - jauh perginya. Masih di seputaran ibukota Jakarta, tepatnya di Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Di sana ada Perkampungan Budaya Betawi. Masyarakat umum sering menyingkatnya sebagai Kampung Betawi. Di sini pengunjung bisa menikmati empat obyek wisata sekaligus, yakni wisata budaya, wisata air, wisata agro dan wisata kuliner. Setiap hari buka antara jam 09.00 - 17.00. Tidak dipungut biaya tiket masuk. Pengunjung cuma harus mengeluarkan kocek Rp.5.000 untuk parkir motor, Rp.10.000 untuk mobil, dan Rp.25.000 untuk bis pada "petugas parkir" on the spot.
Tiap akhir pekan ditampilkan pagelaran kesenian Betawi macam tari, musik dan teater tradisional di teater terbuka; dan untuk agenda tahunan pun pengurus sudah menyiapkan sederet acara dengan seksama seperti acara pekan Desember, pekan nuansa Islami, dan/atau pekan lebaran.
Kegiatan insidentil dari warga Betawi yang tidak melenceng dari visi dan misi Perkampungan Budaya Betawi turut menyemarakkan tempat wisata ini. Atraksi wisata dan prosesi budaya sekali waktu dapat disaksikan di sini : upacara pernikahan, sunatan, aqiqah, khatam Qur'an, nujuh bulan, injak tanah, ngederes, dll.
Bukan itu saja, Kampung Betawi juga menyediakan latihan buat para pemuda yang ingin berlatih silat dan tari.
Wisata Air
Ada dua buah setu yang berdampingan dengan Perkampungan Budaya Betawi, yaitu Setu Babakan dan Setu Mangga Bolong. Pengunjung disuguhkan permainan sepeda air, olahraga kano, dan pemancingan. Tinggal dipilih mana yang diminati.
Wisata Agro
Yang unik dari wisata agro Kampung Betawi adalah bahwa lokasi pertanian tidak berada di areal khusus melainkan berada di pelataran dan di halaman rumah-rumah penduduk, sehingga (konon) bila musim buah datang, para wisatawan bisa mampir ke rumah-rumah penduduk dan biasanya tuan rumah akan menyapa tamunya dan memetikkan buah pada wisatawan. Bulan ini musimnya buah rambutan, cempedak, dan nangka. Sangat menggiurkan melihat buah-buahan tersebut menggantung di pepohonan/menghampar dijajakan para penjualnya.
Wisata Kuliner
Mau nostalgia menikmati jajanan masa kecil? Di sinilah tempatnya. Kuliner khas Betawi hasil industri rumah tangga yang tersebar di sini ada beraneka ragam. Bir pletok, jus belimbing, kerak telor, laksa, toge goreng, gado - gado, soto, ikan pecak, sayur asem, nasi uduk, nasi ulam, dodol geplak, wajik rangi, rengginang, soto mi, selendang mayang, dan lain - lain. Bukan itu saja, arum manis, otak - otak, pukis, dan masih banyak lagi yang tidak ada hubungannya dengan makanan tradisional Betawi diperjualbelikan pula di sini. Lezat, nikmat, dan mana tahan. Cang! Cing! Nyak! Babe! Nyok kite rame - rame ke sono!
Sajak Isbedy Stiawan Z S
aku datang bukan untuk perang
di gelanggang lengang
aku memandangmu tidak dendam
sebagaimana dua orang tadi
datang padaku ingin berteduh
... dan sembunyikan tubuhnya
dari terik maupun gerimis
kau tahu? dua orang ini
telah mencoreng dindingku
November 2011, Isbedy Stiawan Z S
di gelanggang lengang
aku memandangmu tidak dendam
sebagaimana dua orang tadi
datang padaku ingin berteduh
... dan sembunyikan tubuhnya
dari terik maupun gerimis
kau tahu? dua orang ini
telah mencoreng dindingku
November 2011, Isbedy Stiawan Z S
Ctrl + Alt + Del
Apa yang ditulis adalah masa depan. Maka dengki, sedih, kecewa, putus asa, cemas, marah, rasa cemburu, prasangka, sakit, tidak boleh digambarkan dalam bentuk apa pun. Tidak juga dipublikasikan. Kendati hal itu cuma fiksi, yah, terlebih bila itu hasil imajinasi semata!
Seluruh pikiran yang dicurahkan ke dalam sebuah media, lembaran kertas, contohnya bisa jadi membahayakan. Yang tersimpan dalam otak, dimanifestasikan dalam karya, dilestarikan oleh waktu, dan tanpa disadari malah menjadi takdir. Padahal seringkali maksud hati cuma memberi kejutan buat penikmat karya kita di akhir cerita. Namun ternyata malah berbalik arah seperti bumerang.
Sungguhlah menyenangkan bila hidup yang dijalani ini ibarat melaju di sebuah jalan tol pada pukul 06.00 di hari libur nasional. Tanpa kerikil, polisi tidur, macet, fatamorgana jalan, jalan berlubang, atau genangan air di musim banjir. Tapi, kita tahu, hal itu tidak mungkin! Tanpa hambatan – hambatan kehidupan, seseorang terperangkap dalam dunia anak – anak.
Di lain pihak, seseorang perlu aktualisasi dan ruang ekspresi. Energi negatif harus dilampiaskan dengan cara positif. Siapa bilang paparan fakta dan kenyataan hidup itu selalu indah? Tapi pada bagian kesimpulan yang harus dilakukan adalah menguraikan jalan keluar dan saran secara positif. Karena pelajarannya, apapun kemungkinan kesulitan yang akan dialami di suatu saat nanti telah diselesaikan sejak sekarang; dan bukannya mengakhiri cerita dengan cara memlintir tokoh ke dalam situasi yang lebih kelam.
Kadang kala rasanya janggal, luar biasa, dan ajaib bahwa apa yang sudah ditulis menjadi masa depan. Terdeskripsi jelas di depan mata. Sosoknya bisa disentuh, kejadiannya ada, momen - momennya saling melengkapi satu sama sekali. Sampai terhenyak, mata terpincing, dan terus mengulang - ngulang bacaan yang sama saking sangsinya. Tulisan itu adalah magnet.
AnugrahNya tak terperikan. Sangat istimewa.
Yang sudah terlanjur, biarkanlah! Memang apa yang sudah ditulis tidak mungkin dihapus, tapi bisa diperbaiki.
Sekarang waktunya menulis ulang.
Seumpama komputer yang hang, maka tombol ctrl + alt + del mesti ditekan bersamaan! Restart.
Seluruh pikiran yang dicurahkan ke dalam sebuah media, lembaran kertas, contohnya bisa jadi membahayakan. Yang tersimpan dalam otak, dimanifestasikan dalam karya, dilestarikan oleh waktu, dan tanpa disadari malah menjadi takdir. Padahal seringkali maksud hati cuma memberi kejutan buat penikmat karya kita di akhir cerita. Namun ternyata malah berbalik arah seperti bumerang.
Sungguhlah menyenangkan bila hidup yang dijalani ini ibarat melaju di sebuah jalan tol pada pukul 06.00 di hari libur nasional. Tanpa kerikil, polisi tidur, macet, fatamorgana jalan, jalan berlubang, atau genangan air di musim banjir. Tapi, kita tahu, hal itu tidak mungkin! Tanpa hambatan – hambatan kehidupan, seseorang terperangkap dalam dunia anak – anak.
Di lain pihak, seseorang perlu aktualisasi dan ruang ekspresi. Energi negatif harus dilampiaskan dengan cara positif. Siapa bilang paparan fakta dan kenyataan hidup itu selalu indah? Tapi pada bagian kesimpulan yang harus dilakukan adalah menguraikan jalan keluar dan saran secara positif. Karena pelajarannya, apapun kemungkinan kesulitan yang akan dialami di suatu saat nanti telah diselesaikan sejak sekarang; dan bukannya mengakhiri cerita dengan cara memlintir tokoh ke dalam situasi yang lebih kelam.
Kadang kala rasanya janggal, luar biasa, dan ajaib bahwa apa yang sudah ditulis menjadi masa depan. Terdeskripsi jelas di depan mata. Sosoknya bisa disentuh, kejadiannya ada, momen - momennya saling melengkapi satu sama sekali. Sampai terhenyak, mata terpincing, dan terus mengulang - ngulang bacaan yang sama saking sangsinya. Tulisan itu adalah magnet.
AnugrahNya tak terperikan. Sangat istimewa.
Yang sudah terlanjur, biarkanlah! Memang apa yang sudah ditulis tidak mungkin dihapus, tapi bisa diperbaiki.
Sekarang waktunya menulis ulang.
Seumpama komputer yang hang, maka tombol ctrl + alt + del mesti ditekan bersamaan! Restart.
Belitung, Negeri Laskar Pelangi
Dari puncak mercusuar, Pulau Lengkuas Foto : Atiek Widyastuti |
Sekolah Laskar Pelangi, Belitung Timur |
Bendung Pice Besar, Belitung Timur, 1933 - 1936 |
Bus Sinar Belitung. PP Tj. Pandan - Manggar. |
Dalam 4 jam perjalanan bolak - balik Tj. Pandan - Gantung
inilah satu - satunya transportasi umum yang kami papasi.
inilah satu - satunya transportasi umum yang kami papasi.
Bertemayum di Tanjung Pendam |
Tanjung Tinggi Menjelang Petang |
Matahari tenggelam, Tanjung Kelayang Foto : Atiek Widyastuti |
Pasar Baro. Pelabuhan Kecil |
Pasar Ikan. Bersih |
Pukul 06.00 |
Jalanan favorit para bikers. Di beberapa sudut kota,
kemiringan jalan bisa mencapai 45 - 90 derajat. Tiap akhir pekan
The Belitong Bikers memusatkan aktivitas mereka ke Pantai Tj. Pendam
kemiringan jalan bisa mencapai 45 - 90 derajat. Tiap akhir pekan
The Belitong Bikers memusatkan aktivitas mereka ke Pantai Tj. Pendam
Thaharah
sebelum sampai ke raudhah, ingin kupotong
kegelapan di kalbuku: seperti memotong hewan
kurban. Hati yang karam ke dasar malam
betapa sulit dijangkau. Tinggal kilau mata pisau
di tanganku yang gemetar menujumu
Soni Farid Maulana, 2008
kegelapan di kalbuku: seperti memotong hewan
kurban. Hati yang karam ke dasar malam
betapa sulit dijangkau. Tinggal kilau mata pisau
di tanganku yang gemetar menujumu
Soni Farid Maulana, 2008
ALAT PENUNJANG EROBIK
Bola, Dumbel, Hula Hoop, Step Bench, Alas Senam & Handuk
Dengan melakukan erobik, olahragawan akan memperoleh oksigen sebanyak-banyaknya. Memang senam ini bukan ditujukan untuk olahraga prestasi seperti dalam ajang tanding Pekan Olahraga Nasional (PON). Namun tak bisa dipungkiri, ini adalah olahraga yang juga dapat meningkatkan kesegaran jasmani. Senam ini dapat dilakukan baik secara individual maupun massal.
Dengan melakukan erobik, olahragawan akan memperoleh oksigen sebanyak-banyaknya. Memang senam ini bukan ditujukan untuk olahraga prestasi seperti dalam ajang tanding Pekan Olahraga Nasional (PON). Namun tak bisa dipungkiri, ini adalah olahraga yang juga dapat meningkatkan kesegaran jasmani. Senam ini dapat dilakukan baik secara individual maupun massal.
Berdasarkan cara melakukan dan musik pengiringnya, senam erobik dibagi atas :
- High impact aerobics (senam erobik dengan benturan keras)
- Low impact aerobics (senam erobik dengan benturan ringan)
- Discorobic (kombinasi antara disko dan gerakan-gerakan erobik benturan keras dan ringan)
- Rockrobic (kombinasi rock n’roll dan gerakan-gerakan erobik ringan)
- Aerobic sport (kombinasi antara kalestetik/kelentukan dan gerakan-gerakan benturan keras dan ringan)
Ada beberapa tahap dalam melakukan senam erobik, yaitu:
* Pemanasan, 10 menit* Latihan inti, 15 – 20 menit
* Pendinginan/pelemasan, 5 menit
Pemakaian Alat
Para peserta senam di sekitar Kelurahan Aren Jaya, Bekasi Timur pada umumnya mengikuti low impact aerobics dan aerobic sport. Tempat latihan tersebar di beberapa titik, baik di dalam ruangan (sanggar, klub kebugaran) maupun di luar ruangan (lapangan warga, tempat parkir instansi tertentu).
Acapkali dengan mengikuti koreografi yang sudah ada, bersenam erobik dirasa masih kurang. Ada beberapa jenis alat yang dipergunakan untuk melengkapinya. Variasi ini sangat baik sebagai intermezo. Akan tetapi, lebih tepatnya, berguna sekali untuk melatih otot – otot, merangsang saraf, menguatkan tulang dan sederet keunggulan lainnya.
Alat – alat yang lazim dipergunakan oleh pencinta erobik di Kelurahan Aren Jaya, Bekasi Timur :
Alat – alat yang lazim dipergunakan oleh pencinta erobik di Kelurahan Aren Jaya, Bekasi Timur :
Bola
Bola Kesehatan
Sudah banyak beredar bola yang didesain khusus untuk erobik. Salah satunya dinamakan bola kesehatan. Bentuknya sebesar kepalan tangan dan bergerigi (Gb.2). Fungsinya : (1) melancarkan peredaran darah, (2) menyembuhkan kesemutan; (3) menghangatkan tangan yang terasa dingin; (4) melatih otot tangan; (5) menghilangkan kantuk; dan menghilangkan sakit kepala.Bola fitness
Bola jenis ini dapat digunakan untuk peregangan, latihan kelenturan dan keseimbangan(Gb.1). Ukurannya berbeda – beda. Untuk mencari ukuran bola yang tepat dan nyaman saat dipakai ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan. Untuk ukuran bola :
- 55 cm untuk tinggi badan 150cm – 163cm.
- 65 cm untuk tinggi badan 165cm – 180cm.
- 75 cm untuk tinggi badan 183cm – 200cm.
Selain itu, sebelum membeli atau menggunakannya lakukan percobaan dengan duduk di bola latihan tersebut. Pastikan bahwa pinggul setidaknya sejajar atau sedikit lebih tinggi dari lutut. Bola fitness terbuat dari bahan tertentu jadi bila Anda kelebihan berat badan atau obesitas, jangan khawatir, karena produsen bola fitness ini membuat bola yang dapat menahan berat hingga lebih dari 200 kg pula.
Dumbel
Berdasarkan bahan lapisan luarnya ada yang disebut :
- Dumbel besi.
- Dumbel vynil. Dumbell besinya dilapisi lapisan vynil tebal sehingga nyaman dipakai, tidak licin dan mengurangi tekanan jika terjatuh.
- Dumbel plastik. Dumbell fixed plastic ini adalah dumbell yang cover luarnya terbuat dari plastik.
Berat dumbel bervariasi, berkisar 1 - 22 kg. Bila latihan teratur sudah digiatkan, maka berat dumbel bisa ditambahkan secara bertahap. Buat pemula dapat mulai dengan dumbel yang paling ringan.
Manfaat yang bisa diambil dari pemakaian dumbel :
- Dapat mengencangkan otot tubuh bagian atas. Tidak terbatas untuk latihan otot-otot lengan (bicep curl), tetapi latihan beban dapat juga mengencangkan otot dada, punggung, dan perut.
- Dapat meningkatkan kekuatan. Dumbel membantu Anda melakukan jenis gerakan yang beragam. Ini penting untuk pertumbuhan otot. Jika Anda memegang dumbel di masing-masing tangan, Anda dapat menurunkan beban dengan lebih rendah lagi pada setiap pengulangan. Dengan demikian melibatkan lebih banyak otot dan memicu perkembangannya.
- Dapat menyehatkan jantung. Sejumlah penelitian menunjukkan, latihan beban dapat menurunkan tekanan darah dan secara tidak langsung menguatkan jantung.
- Dapat memperbaiki sel-sel tubuh dan meningkatkan penyerapan oksigen.
- Dapat memperbaiki ketidakseimbangan otot. Dumbel dapat membantu mendeteksi ketidakseimbangan kekuatan yang mungkin terjadi sewaktu olahraga, terutama saat menggunakan alat fitnes. Dengan dumbel, saat melakukan gerakan, bagian tubuh lemah, otomatis mendikte beban yang akan diangkat, dan memastikan bahwa kedua sisi tubuh terlatih dengan seimbang.
- Dapat mengurangi risiko cedera. Dengan dumbel, Anda dapat menahan dengan satu tangan, dan seluruh latihan terfokus pada bagian yang sedang dituju, sehingga bisa menghindari cedera.
Hula Hoop
Hula-hoop dipercaya ditemukan pertama kali oleh bangsa Yunani pada 500 SM. Mereka menggunakan Hula-hoop sebagai salah satu bentuk latihan fisik bagi tentaranya. Pada abad ke 14, hula hoop pun masuk ke daratan Inggris dan mulai populer. Nama 'Hula' diberikan berdasarkan pengalaman tentara Inggris yang menjelajah ke Kepulauan Hawaii. Di sana terlihat bahwa gerakan pinggul pada tarian tradisional Suku Hawai yaitu 'Hula' sama dengan gerakan saat memainkan Hoop.
Hula-hoop dahulunya dibuat dari berbagai jenis material. Ada yang terbuat dari logam, bambu, rerumputan kering, rotan, bahkan ranting anggur. Seiring dengan berkembangnya teknologi, bahan hula-hoop diganti dengan plastik. Namun yang berbahan dasar rotan juga masih populer.
Sebelum melakukan gerakan, pertama-tama pilih ukuran hula hoop sesuai kebutuhan. Makin besar diameter hula hoop, sebetulnya makin mudah memainkannya. Tapi pilihlah hula hoop sesuai dengan postur tubuh. Hula hoop ada yang berdiameter 100 cm atau 120 cm, maka ambil yang paling ringan. Untuk pemula, sebaiknya jangan menggunakan hula hoop yang besar. Mereka harus memilih hula hup yang memiliki diameter sekitar 1 meter dan berat antara 0,5 hingga 1 kg.
Step Bench
Bentuknya sangat sederhana, bisa digunakan untuk melatih otot kaki. Fungsinya sama seperti treadmill tetapi lebih sederhana.
Alas Senam
Mat Yoga
Berukuran 173 x 61 cm. Teksturnya lembut. Berdaya tahan tinggi. Warnanya macam - macam. Selain untuk erobik, bisa juga dipakai untuk yoga dan meditasi.
Berukuran 173 x 61 cm. Teksturnya lembut. Berdaya tahan tinggi. Warnanya macam - macam. Selain untuk erobik, bisa juga dipakai untuk yoga dan meditasi.
Matras yang digunakan dalam kegiatan erobik terbuat dari bahan sintetis, kuat, elastis dan tahan lama.
Handuk
Memiliki peralatan senam erobik jadi amat penting buat sebagian orang. Tidak ada salahnya mengoleksi peralatan senam erobik. Semua itu diciptakan karena memang ada faedahnya. Sebaiknya dipertimbangkan secara matang apakah keinginan memiliki peralatan olahraga itu sekedar mengikuti tren; atau apakah memang motivasi mengoleksi peralatan tersebut untuk kebaikan Anda pribadi, utamanya. Instruktur erobik manapun secara bijaksana tidak akan mendesakkan pemakaian alat yang didesain canggih itu sebab peralatan rumah tangga atau benda - benda yang ada di sekeliling kita dapat dimultifungsikan. Ambil contoh:
- Step bench dapat diganti dengan memakai dingklik dapur yang kestabilannya memadai, atau anak tangga, atau bangku anak TK.
- Untuk mengencangkan otot lengan (sebagai pengganti dumbel) bisa digunakan botol air atau botol air mineral ukuran sedang yang isinya diganti dengan pasir sebagai beban.
- Mainan milik anak atau cucu bisalah dipinjam sejenak. Bagi peserta senam kesehatan di RS. Sentosa, bola mainan yang biasanya dipakai dalam permainan mandi bola dan bola tiup yang gambarnya lucu – lucu secara berkala dipakai dalam senam rematik (Gb.3-4 Bola)
- Handuk dapat berubah fungsi jadi alat bantu dalam senam erobik. Dengan handuk kecil ukuran sekitar 70 x 20 cm gerakan erobik sudah dapat dipraktekkan.
Berolahraga itu murah harganya. Tidak perlu terpaku pada peralatan khusus. Alternatif pemakaian alat penunjang erobik itu kelihatan remeh karena tidak dirancang khusus. Asal jeli, benda - benda sekeliling kita bisa dimanfaatkan jadi alat penunjang senam erobik. Sekalipun itu cuma handuk kecil penyeka keringat, Anda tetap bisa melakukan erobik dimana saja, kapan saja. Anda dapat memodifikasi peralatan penunjang sesuai kocek pribadi. Tentu saja, tubuh bugar, tetap jadi milik Anda!
Artikel terkait:
Satu sampai Enam
(1)
ada yang menenteng lampion, menunggumu. "sebentar lagi festival musim semi, tetapi belum ada yang mengirim salam." tampak bunga - bunga mei hwa berselaput salju palsu. rupanya semua musim sudah tidak jelas, siapa yang telah memainkan peran mereka?
"ada dalangnya!" tambur terus ditabuh. barongsai tak tahu harus mengerdipkan mata ke sebelah mana. kalau begitu siapa wayangnya?" ia mencermati mereka yang dikatakan curang. putri Gurun Gobi, dayang istana Manchu atau Durma berkartu dua? diamlah! menurutmu, aku salah bila berpikiran begitu.
kau masih juga belum pulang, masih mencangkul hutan, masih menggali gunung "aku mencari singgasana bersepuh permata," aku pun membenarkanmu. di antara kita harus bersedia untuk tidak mempercakapkan benar dan salah. cukup mengerti. apakah kau juga menciptakan taman bunga seruni untuknya?
ia tetap menunggumu, ada gerimis yang tidak lebat tetapi telah membuat tanah basah, tangannya ditangkupkan agar nyala lampion tidak padam walaupun makin lemah, masih cukup benderang untuk membuka beberapa banyak kartu yang kita punya. bukankah kita juga kerap mendalang sekaligus mewayang?
(2)
setiap hari terasa aneh. dicoret - coretnya kertas, membayangkanmu, membayangkan untuk melupakanmu. ck, betapa tak bisa. tiba - tiba ia teringat keringat embun yang tumbuh di tubuh sesloki sepoi. diintipnya. kau terapung - apung di sana.
rupanya si penyair masih mabuk. pada sufi atau pada puisi? karena hennesy atau karena sunyi? konon, kau tak boleh mabuk, tetapi kau tak pernah melarangnya mabuk, bukan? aku selalu memikirkanmu. ada kata - kata yang kian tertata.
maka terkutuklah siang dan malam yang semakin aneh itu. siang ada di dada terang dan malam adalah rindu bagi para kekasih, sehingga senja merapat, tak lagi misteri, semakin banyak yang ingin ditumpahkan. tetapi kau seperti penyair itu, begitu pandai memampatkan perasaan.
dimana kau sembunyikan? apakah akan kau biarkan ia menyesal dengan luar biasa? semalaman telah dipungutnya remah - remah rempah untuk mencuri harummu, wangi bunga cengkeh, maka bersiaplah, sebentar lagi ia luncurkan geletar kelakar liar yang gemetar, rasakan saja!
(3)
suara subuh menjelma teduh. lantai begitu dingin, tetapi gorden kamar diam saja, tidak bergeming. kutajamkan telinga. ada Sesuatu yang sedang merayapi dinding, cermin, meja rias, lemari, ranjang, lalu menelusup pada setiap titik pori, mengakrabiku.
adzan Jogja dibalut gerimis, tetapi di sini lampu handphone berkedip - kedip: "silakan subuhan." kubalikkan tubuh ke kiri, ada jarak yang terlampaui. aku girang : "apakah kau bangun untuk Sesuatu?"
rasakan Sesuatu mengajak kita bercakap! bukan suara tik tok jam dinding atau suara dengung AC, tetapi suara Sesuatu dalam desir darah. aku sedang mengumpulkan suara sebanyak - banyaknya. baik, kita kumpulkan juga isak teratai di ujung subuh. jangan lupa!
(4)
Arjuna merentang urat gendewa, ia memanah gendang angin, tetabuhan langit yang dibidik dengan badik "akan kubekukan lidah matahari!"
mengapa Ekalaya tidak mengail pasir saja, kakanda? aku cemas ibu jarinya dicederai butir kerikil. tolong jadikan aku serupa Drupadi yang tak mengikat rambut sebelum Durna mati. bisakah? ia terlalu sakti.
"kenapa raden itu kau cermati dari hari ke hari, adinda? begitulah, berita kulanjut seperti kuurut huruf demi huruf, seperti kau berkirim surat yang lambat terbalas. rupanya tujuh belas sangat dekat dengan delapan belas. itu saat yang tak bisa terlompati. ada angin bergulat dengan gelombang, mendadak gelasku jatuh tetapi tak pecah. jangan tinggi, jangan berbuih, jangan pasang, kakanda, jangan ... .
(5)
"apa yang kau bubuhkan pada helai malam, sri panggung?" gincu atau anting? mari sini. maukah kau kusunting dengan canting? maka kubungkus rapat mimpi yang kau tampilkan, diam - diam telah kutakik namamu dengan rintik hujan.
tetapi yakinkah kau bahwa mimpi akan tetap mimpi? ia tak pernah mendustai atau menipu tidur kita. percayalah, pelupukku masih setengah tertutup juga setengah menyala, di sana tak ada apa - apa, tak ada siapa - siapa. sepi jadi gelisah.
"peganglah aku," tetapi aku memelukmu. jangan takut luput. aku juga menciummu. apakah ini yang kau inginkan, bunga tidur? menurutmu, mimpi tak perlu dikuatirkan, tak usah dipikirkan. aku sering sekali memimpikanmu, entah.
kemudian beratus harus ratus membangunkanku ada yang meletup. aku kapuk yang pecah dari kulit buahnya. ah, jangan begitu. ini hanya sedikit sakit. isyarat berpukat itu bukan siulan daun - daun jambu. semoga saja.
(6)
segerombolan daun kering berputar seperti hujan menciptakan selajur rajut yang berkejar - mengejar, mataku berkerjap - kerjab menghindari angin, yang menyapukan satu denyut, yang bertubi memukul tubir bibir. lalu ...
kau terus mengusahakan waktu, yang berjingkat dari : tiga puluh satu, satu, dua, tiga, dan seterusnya, artinya biji - biji gerimis masih saling deras, artinya baterai di jam dindingku masih memacu jarum - jarum hujan. artinya terima kasih, saya selalu diingatkan, lalu ... .
kupercaya satu getar itu akan kita tutup sampai tetap satu seperti semula. mereka bukan kisah yang tertunda. itu titik yang pernah kau amati dengan cermat lalu kau sambar dengan cepat.
Lan Fang, 2009
ada yang menenteng lampion, menunggumu. "sebentar lagi festival musim semi, tetapi belum ada yang mengirim salam." tampak bunga - bunga mei hwa berselaput salju palsu. rupanya semua musim sudah tidak jelas, siapa yang telah memainkan peran mereka?
"ada dalangnya!" tambur terus ditabuh. barongsai tak tahu harus mengerdipkan mata ke sebelah mana. kalau begitu siapa wayangnya?" ia mencermati mereka yang dikatakan curang. putri Gurun Gobi, dayang istana Manchu atau Durma berkartu dua? diamlah! menurutmu, aku salah bila berpikiran begitu.
kau masih juga belum pulang, masih mencangkul hutan, masih menggali gunung "aku mencari singgasana bersepuh permata," aku pun membenarkanmu. di antara kita harus bersedia untuk tidak mempercakapkan benar dan salah. cukup mengerti. apakah kau juga menciptakan taman bunga seruni untuknya?
ia tetap menunggumu, ada gerimis yang tidak lebat tetapi telah membuat tanah basah, tangannya ditangkupkan agar nyala lampion tidak padam walaupun makin lemah, masih cukup benderang untuk membuka beberapa banyak kartu yang kita punya. bukankah kita juga kerap mendalang sekaligus mewayang?
(2)
setiap hari terasa aneh. dicoret - coretnya kertas, membayangkanmu, membayangkan untuk melupakanmu. ck, betapa tak bisa. tiba - tiba ia teringat keringat embun yang tumbuh di tubuh sesloki sepoi. diintipnya. kau terapung - apung di sana.
rupanya si penyair masih mabuk. pada sufi atau pada puisi? karena hennesy atau karena sunyi? konon, kau tak boleh mabuk, tetapi kau tak pernah melarangnya mabuk, bukan? aku selalu memikirkanmu. ada kata - kata yang kian tertata.
maka terkutuklah siang dan malam yang semakin aneh itu. siang ada di dada terang dan malam adalah rindu bagi para kekasih, sehingga senja merapat, tak lagi misteri, semakin banyak yang ingin ditumpahkan. tetapi kau seperti penyair itu, begitu pandai memampatkan perasaan.
dimana kau sembunyikan? apakah akan kau biarkan ia menyesal dengan luar biasa? semalaman telah dipungutnya remah - remah rempah untuk mencuri harummu, wangi bunga cengkeh, maka bersiaplah, sebentar lagi ia luncurkan geletar kelakar liar yang gemetar, rasakan saja!
(3)
suara subuh menjelma teduh. lantai begitu dingin, tetapi gorden kamar diam saja, tidak bergeming. kutajamkan telinga. ada Sesuatu yang sedang merayapi dinding, cermin, meja rias, lemari, ranjang, lalu menelusup pada setiap titik pori, mengakrabiku.
adzan Jogja dibalut gerimis, tetapi di sini lampu handphone berkedip - kedip: "silakan subuhan." kubalikkan tubuh ke kiri, ada jarak yang terlampaui. aku girang : "apakah kau bangun untuk Sesuatu?"
rasakan Sesuatu mengajak kita bercakap! bukan suara tik tok jam dinding atau suara dengung AC, tetapi suara Sesuatu dalam desir darah. aku sedang mengumpulkan suara sebanyak - banyaknya. baik, kita kumpulkan juga isak teratai di ujung subuh. jangan lupa!
(4)
Arjuna merentang urat gendewa, ia memanah gendang angin, tetabuhan langit yang dibidik dengan badik "akan kubekukan lidah matahari!"
mengapa Ekalaya tidak mengail pasir saja, kakanda? aku cemas ibu jarinya dicederai butir kerikil. tolong jadikan aku serupa Drupadi yang tak mengikat rambut sebelum Durna mati. bisakah? ia terlalu sakti.
"kenapa raden itu kau cermati dari hari ke hari, adinda? begitulah, berita kulanjut seperti kuurut huruf demi huruf, seperti kau berkirim surat yang lambat terbalas. rupanya tujuh belas sangat dekat dengan delapan belas. itu saat yang tak bisa terlompati. ada angin bergulat dengan gelombang, mendadak gelasku jatuh tetapi tak pecah. jangan tinggi, jangan berbuih, jangan pasang, kakanda, jangan ... .
(5)
"apa yang kau bubuhkan pada helai malam, sri panggung?" gincu atau anting? mari sini. maukah kau kusunting dengan canting? maka kubungkus rapat mimpi yang kau tampilkan, diam - diam telah kutakik namamu dengan rintik hujan.
tetapi yakinkah kau bahwa mimpi akan tetap mimpi? ia tak pernah mendustai atau menipu tidur kita. percayalah, pelupukku masih setengah tertutup juga setengah menyala, di sana tak ada apa - apa, tak ada siapa - siapa. sepi jadi gelisah.
"peganglah aku," tetapi aku memelukmu. jangan takut luput. aku juga menciummu. apakah ini yang kau inginkan, bunga tidur? menurutmu, mimpi tak perlu dikuatirkan, tak usah dipikirkan. aku sering sekali memimpikanmu, entah.
kemudian beratus harus ratus membangunkanku ada yang meletup. aku kapuk yang pecah dari kulit buahnya. ah, jangan begitu. ini hanya sedikit sakit. isyarat berpukat itu bukan siulan daun - daun jambu. semoga saja.
(6)
segerombolan daun kering berputar seperti hujan menciptakan selajur rajut yang berkejar - mengejar, mataku berkerjap - kerjab menghindari angin, yang menyapukan satu denyut, yang bertubi memukul tubir bibir. lalu ...
kau terus mengusahakan waktu, yang berjingkat dari : tiga puluh satu, satu, dua, tiga, dan seterusnya, artinya biji - biji gerimis masih saling deras, artinya baterai di jam dindingku masih memacu jarum - jarum hujan. artinya terima kasih, saya selalu diingatkan, lalu ... .
kupercaya satu getar itu akan kita tutup sampai tetap satu seperti semula. mereka bukan kisah yang tertunda. itu titik yang pernah kau amati dengan cermat lalu kau sambar dengan cepat.
Lan Fang, 2009
Sonet 6
Sampai hari tak berapi? Ya, sampai angin pagi
mengkristal lalu berhamburan dari sebatang pohon ranggas.
Sampai suara tak terdengar berdebum lagi?
Ya, tak begitu perlu lagi memejamkan mata, bergegas
memohon diselamatkan dari haru biru
yang meragi dalam sumsummu, tak pantas lagi
menggeser - geser sedikit demi sedikit bingkai waktu
agar tak menjadi bagian dari aroma waktu kini.
Sampai yang pernah bergerit di kasur
tak lagi menempel di langit - langit kepalaku?
Sampai kedua bola matamu kabur,
sayapmu lepas, dan melesat ke Ruh itu.
Ruh? Ya! Sampai kau sepenuhnya telanjang
dan tahu: api tubuhmu tinggal bayang - bayang.
Sapardi Djoko Damono, 2009
mengkristal lalu berhamburan dari sebatang pohon ranggas.
Sampai suara tak terdengar berdebum lagi?
Ya, tak begitu perlu lagi memejamkan mata, bergegas
memohon diselamatkan dari haru biru
yang meragi dalam sumsummu, tak pantas lagi
menggeser - geser sedikit demi sedikit bingkai waktu
agar tak menjadi bagian dari aroma waktu kini.
Sampai yang pernah bergerit di kasur
tak lagi menempel di langit - langit kepalaku?
Sampai kedua bola matamu kabur,
sayapmu lepas, dan melesat ke Ruh itu.
Ruh? Ya! Sampai kau sepenuhnya telanjang
dan tahu: api tubuhmu tinggal bayang - bayang.
Sapardi Djoko Damono, 2009
Di Tepi Lapangan
Berpostur atletis dan berkostum menantang seperti Si Cantik Venus William jadi modal tersendiri dalam bertanding. Tapi ini pertandingan serius. Bukan waktunya pasang senyum manis atau adu mode. Di sini tidak bisa pasang akrobatik kocak macam Eddy Hartono mengembalikan bola dari selangkangannya dalam pertandingan ganda putra bulu tangkis di tahun 90an. Yang harus dilakukan adalah mengintimidasi lawan dengan memasang wajah garang dan menggeram - geram ala Monica Seles.
Tapi game pertama berlalu dengan kemenangan lawan sehingga ketika giliran pegang service, emosiku sudah menumpuk. Bola dilempar tinggi satu derajat ke langit. Gravitasi membawanya turun dan tepat berada dalam jarak pukul. Raket mengayun. Menghantam bola dengan keras seolah seluruh energi menjalar ke setiap helai senar raket, melesatkan bola ke seberang jaring dengan sangat cepat hingga lawan kehilangan fokus ke arah mana bola akan datang. ACE!
Dan wasit berteriak lantang, "FIFTEEN - LOVE!" Nilai pertama. Mataku berbinar. Memang bola cantik. Aku berbisik.
Dan kau! Nah coba! Bagaimana rasamu mendapat love setelah disergap ace? Ledekku dalam hati. Dalam pertandingan tenis lapangan, Love berarti zero. N-O-L! Eufimisme dalam tenis. Aku meringis. Tapi aku tahu, kata sehalus itu bukan untuk menyejukkan hati, dan aku tahu saat ini di seberang sana dia sedang meningkatkan status waspada jadi awas. Mengantisipasi pengembalian bolaku. Baik. Ayo, kita coba yang ini! Karena dadaku sudah mendidih kalah di game pertama.
Segala rasa membanjiriku dalam permainan. Bola - bola kuhajar sekuatnya dengan harapan lawan mati kutu. Memang benar lawan mati kutu jadi aku dapat nilai. Tapi tak jarang bola membentur net atau jatuh jauh dari garis masuk. Kalau sudah begitu aku cuma bisa mengumpat dalam hati. Pertandingan jadi panjang dan alot. Kami sama - sama tak mau menyerah. Kami sama - sama berniat merebut gelar sang juara. Di game kedua, skor kami jadi satu sama.
Game ketiga jadi penentuan. Pertambahan nilai berkumandang nyaring. Terkadang terdengar memekakkan telinga, kali lain menjengkelkan hati. Mau rasanya membanting raket niru - niru John McEnroe waktu masih berlaga di turnamen tenis internasional. Bisa juga kuledakkan dendam kesumat ini dengan menembak telak tubuh lawan dengan bola (atau dengan shuttlekok seperti dalam bulu tangkis). Mempermalukan lawan sedemikian rupa karena gagal mengejar nilai.
Siapa yang tak tahu kalau pemain handal dan raketnya seolah bermutasi? Pemain dapat memutar - mutar posisi grip raket sesuai kehendaknya. Melempar bola ke tubuh lawan merupakan cara halus memukul lawan untuk melampiaskan kekesalan. Isyarat tangan minta maaf pada lawan sesudah itu sudah pasti tidak tulus. Itu cuma cara diplomatis mengelabui penonton. Buat pemain bau kencur, mereka masih bisa berkilah sesuatu tentang ketidaksengajaan atau bahwa itu hanyalah kecelakaan.
Terbesit keinginan main mata sama wasit, tapi jelas tidak bisa. Wasit kami tidak peduli siapa pun di antara kami yang menang atau kalah. Dia tidak berniat mencurangi salah satu di antara kami. Kami ini berteman, dan dia mengira ini cuma latihan main - main. Dia sedang menikmati duduk di kursi yang lebih tinggi dan membentakkan angka - angka. Tapi memang, apa enaknya main curang? Merendahkan diri begitu, tidak sehat dan tidak sportif. Sangat kekanak - kanakan, dan kekonyolan itu sebaiknya dalam filem Stephen Chow saja.
Kuputar otak cari jalan menambah angka. Kombinasi pukulan slice, backhand, ace dan seterusnya jadi andalan mengumpulkan angka. Namun, tidak ada service maut berujung ace seperti itu lagi. Pil pahit harus ditelan bulat - bulat bila bertanding pakai emosi, begitu para pelatih kerap berpesan. Ironisnya pidato penting itu kerap tidak diindahkan oleh murid - muridnya yang angkuh.
Aku kebas dan siap menggilasnya kapan saja jika mau.
Aku berdiam diri barang sebentar. Ada deru angin menyapu lapangan kami. Kuhabiskan sunquick dan air putihku. Pulang memang tanpa trofi, tapi air yang menyegarkan itu dan akhir pertandingan telah jadi obat penawar dahaga.
Langit jingga lalu berubah merah, dan pada akhirnya kelam total. Pada saat itu aku sudah di rumah. Membiarkan sepasang sepatu kets dan kaos kaki tergolek di depan pintu masuk. Mencemplungkan handuk dan baju kotor ke mesin pencuci. Mengantung raket di cantelan paku. Agak malaman, dalam tidur, aku mimpi tengah berguru pada Yayuk Basuki .
Tapi game pertama berlalu dengan kemenangan lawan sehingga ketika giliran pegang service, emosiku sudah menumpuk. Bola dilempar tinggi satu derajat ke langit. Gravitasi membawanya turun dan tepat berada dalam jarak pukul. Raket mengayun. Menghantam bola dengan keras seolah seluruh energi menjalar ke setiap helai senar raket, melesatkan bola ke seberang jaring dengan sangat cepat hingga lawan kehilangan fokus ke arah mana bola akan datang. ACE!
Dan wasit berteriak lantang, "FIFTEEN - LOVE!" Nilai pertama. Mataku berbinar. Memang bola cantik. Aku berbisik.
Dan kau! Nah coba! Bagaimana rasamu mendapat love setelah disergap ace? Ledekku dalam hati. Dalam pertandingan tenis lapangan, Love berarti zero. N-O-L! Eufimisme dalam tenis. Aku meringis. Tapi aku tahu, kata sehalus itu bukan untuk menyejukkan hati, dan aku tahu saat ini di seberang sana dia sedang meningkatkan status waspada jadi awas. Mengantisipasi pengembalian bolaku. Baik. Ayo, kita coba yang ini! Karena dadaku sudah mendidih kalah di game pertama.
Segala rasa membanjiriku dalam permainan. Bola - bola kuhajar sekuatnya dengan harapan lawan mati kutu. Memang benar lawan mati kutu jadi aku dapat nilai. Tapi tak jarang bola membentur net atau jatuh jauh dari garis masuk. Kalau sudah begitu aku cuma bisa mengumpat dalam hati. Pertandingan jadi panjang dan alot. Kami sama - sama tak mau menyerah. Kami sama - sama berniat merebut gelar sang juara. Di game kedua, skor kami jadi satu sama.
Game ketiga jadi penentuan. Pertambahan nilai berkumandang nyaring. Terkadang terdengar memekakkan telinga, kali lain menjengkelkan hati. Mau rasanya membanting raket niru - niru John McEnroe waktu masih berlaga di turnamen tenis internasional. Bisa juga kuledakkan dendam kesumat ini dengan menembak telak tubuh lawan dengan bola (atau dengan shuttlekok seperti dalam bulu tangkis). Mempermalukan lawan sedemikian rupa karena gagal mengejar nilai.
Siapa yang tak tahu kalau pemain handal dan raketnya seolah bermutasi? Pemain dapat memutar - mutar posisi grip raket sesuai kehendaknya. Melempar bola ke tubuh lawan merupakan cara halus memukul lawan untuk melampiaskan kekesalan. Isyarat tangan minta maaf pada lawan sesudah itu sudah pasti tidak tulus. Itu cuma cara diplomatis mengelabui penonton. Buat pemain bau kencur, mereka masih bisa berkilah sesuatu tentang ketidaksengajaan atau bahwa itu hanyalah kecelakaan.
Terbesit keinginan main mata sama wasit, tapi jelas tidak bisa. Wasit kami tidak peduli siapa pun di antara kami yang menang atau kalah. Dia tidak berniat mencurangi salah satu di antara kami. Kami ini berteman, dan dia mengira ini cuma latihan main - main. Dia sedang menikmati duduk di kursi yang lebih tinggi dan membentakkan angka - angka. Tapi memang, apa enaknya main curang? Merendahkan diri begitu, tidak sehat dan tidak sportif. Sangat kekanak - kanakan, dan kekonyolan itu sebaiknya dalam filem Stephen Chow saja.
Kuputar otak cari jalan menambah angka. Kombinasi pukulan slice, backhand, ace dan seterusnya jadi andalan mengumpulkan angka. Namun, tidak ada service maut berujung ace seperti itu lagi. Pil pahit harus ditelan bulat - bulat bila bertanding pakai emosi, begitu para pelatih kerap berpesan. Ironisnya pidato penting itu kerap tidak diindahkan oleh murid - muridnya yang angkuh.
*
Usai pertandingan itu ia duduk di sisiku di bangku kayu itu. Memancingku dalam percakapan ringan. Ball boy sudah raib sehabis beres mengumpulkan bola - bola yang tercecer dan menerima tips. Wasit kami tengah salin di kamar mandi. Aku lebih tertarik melihat lapangan kami yang telah kosong, dan menikmati kenangan jabat tangan barusan setelah wasit memaklumatkan si pemenang. Kusuguhkan jawaban pendek - pendek buatnya. Aku tak peduli reaksinya. Itu lebih baik ketimbang mengambil resiko menangkap kepalsuan dalam matanya atau mendengar nyanyiannya yang berkepanjangan. Kami masih akan bertemu lagi minggu depan, di sebuah pertandingan lain dan seperti biasa berselubung spanduk pengumuman : "pertandingan persahabatan". Aku kebas dan siap menggilasnya kapan saja jika mau.
Aku berdiam diri barang sebentar. Ada deru angin menyapu lapangan kami. Kuhabiskan sunquick dan air putihku. Pulang memang tanpa trofi, tapi air yang menyegarkan itu dan akhir pertandingan telah jadi obat penawar dahaga.
Langit jingga lalu berubah merah, dan pada akhirnya kelam total. Pada saat itu aku sudah di rumah. Membiarkan sepasang sepatu kets dan kaos kaki tergolek di depan pintu masuk. Mencemplungkan handuk dan baju kotor ke mesin pencuci. Mengantung raket di cantelan paku. Agak malaman, dalam tidur, aku mimpi tengah berguru pada Yayuk Basuki .
Waktu Bahagia
adalah
waktu bersenang – senang di dapur tanpa harus mencuci piring
waktu nasi bakar, kaki naga, kuku macan, kapal selam, sarang semut, telur gabus, terang bulan, putri ayu, kembang goyang, pacar cina, sup biduk sungai musi, cuma perlu seiris, secuil, sepotong, semangkuk, atau sebuah
waktu seluruh racun mengalir deras melalui pori – pori kulit, menetes satu – satu dari kening dan akhirnya membasahi tubuh dalam udara pagi yang sejuk, teduh, dan lengang
waktu meliuk dalam nada yang mengalun di udara
waktu intuisi atau firasat buruk ternyata salah sama sekali , dan akting berlaku untuk panggung yang sesungguhnya saja
waktu hati telah rapi dan hijau seperti lapangan tenis Wimbledon, namun berjuta kali lebih lapang sehingga tak ada lagi api yang berkobar karena telah padam
waktu hadiahNya turun sebagai anugrah batin yang tak terperikan
waktu kalimat - kalimat kauliyah dalam Al Quran cuma perlu dilantunkan pelan – pelan dan ekslusif
waktu rumah masih jadi tempat nyaman kedua setelah mesjid atau mushola; dan pantai demikian pula gunung
waktu tangan kanan disembunyikan dari tangan kiri, dan mereka tersenyum
waktu tangan kami bersentuhan dan ia menggandeng lembut
waktu kulahirkan anak – anak kami, dan mereka jadi penyejuk hati kami dan orang di sekeliling mereka
Ah, seandainya jadwal waktu bahagia terpampang jelas di papan pengumuman jadi aku tahu pukul berapa mereka datang; jadi bisa kusambut dengan perayaan. Apa dayaku bila waktu bahagia yang telah direncanakan sendiri tahunya gagal? Mungkin tertunda. Tapi waktu itu selalu ada. Sampai takkan sanggup kususun daftar kenikmatanNya karena kemunculannya kadangkala cuma melalui bayi – bayi yang mungil itu, yang melompat ke pangkuan, datang mendekap, menciumku, sambil berkata, “Aku sayang padamu, Bibi.”
....
rani nuralam, 2011
waktu bersenang – senang di dapur tanpa harus mencuci piring
waktu nasi bakar, kaki naga, kuku macan, kapal selam, sarang semut, telur gabus, terang bulan, putri ayu, kembang goyang, pacar cina, sup biduk sungai musi, cuma perlu seiris, secuil, sepotong, semangkuk, atau sebuah
waktu seluruh racun mengalir deras melalui pori – pori kulit, menetes satu – satu dari kening dan akhirnya membasahi tubuh dalam udara pagi yang sejuk, teduh, dan lengang
waktu meliuk dalam nada yang mengalun di udara
waktu intuisi atau firasat buruk ternyata salah sama sekali , dan akting berlaku untuk panggung yang sesungguhnya saja
waktu hati telah rapi dan hijau seperti lapangan tenis Wimbledon, namun berjuta kali lebih lapang sehingga tak ada lagi api yang berkobar karena telah padam
waktu hadiahNya turun sebagai anugrah batin yang tak terperikan
waktu kalimat - kalimat kauliyah dalam Al Quran cuma perlu dilantunkan pelan – pelan dan ekslusif
waktu rumah masih jadi tempat nyaman kedua setelah mesjid atau mushola; dan pantai demikian pula gunung
waktu tangan kanan disembunyikan dari tangan kiri, dan mereka tersenyum
waktu tangan kami bersentuhan dan ia menggandeng lembut
waktu kulahirkan anak – anak kami, dan mereka jadi penyejuk hati kami dan orang di sekeliling mereka
Ah, seandainya jadwal waktu bahagia terpampang jelas di papan pengumuman jadi aku tahu pukul berapa mereka datang; jadi bisa kusambut dengan perayaan. Apa dayaku bila waktu bahagia yang telah direncanakan sendiri tahunya gagal? Mungkin tertunda. Tapi waktu itu selalu ada. Sampai takkan sanggup kususun daftar kenikmatanNya karena kemunculannya kadangkala cuma melalui bayi – bayi yang mungil itu, yang melompat ke pangkuan, datang mendekap, menciumku, sambil berkata, “Aku sayang padamu, Bibi.”
....
rani nuralam, 2011
Bolehkah Aku?
Duh, Gusti! Masih tahu aku tentang rasa malu. Tapi mulutku terus menganga dan aroma alkohol menguar tajam dari mulut. Kata - kata yang menyembur tiada terkira : acak - acakan, tidak senonoh, penuh air liur. Bauku tengik. Dakiku pun menghitam. Baju 20 hari ini tak dibilas kalau tak kena hujan. Kumal, dekil dan semakin lusuh setiap hari. Sebentar lagi compang - camping dan bakal mengumbarkan auratku ke mana - mana.
Setiap hari aku tenang berdiam diri di trotoar berdebu itu. Kalau bosan, geser selangkah. Kalau diberi nasi bungkus, bisalah pindah ke ujung jalan. Tapi aku selalu kembali ke situ. Kakiku tebal karena lumpur. Nggak apa - apa sih, enak juga nyeker.
Tak ada lagi yang berani menyentuhku. Orang Depsos malah tak satu pun menunjukkan batang hidung mereka. Siapa pun takut kena jotos tinjuku ini. Dikiranya aku orang sinting nyasar. Biar saja! Memang sudah hilang akalku ini. Tidak ada yang ngaku teman. Bahkan Tomi menghilang. Hubungan kami pernah sangat erat, sampai akhirnya aku bokek dan ia tak lagi datang menghibur. Saat aku bersahabat dengan rasa sepi, yang ada hanyalah kehampaan. Hampa! Ya Tuhanku, hampa! Aku jadi gambar ironi ketika teronggok di bawah sorot lampu jalan. Tapi, apa peduliku! Itu dulu. Sepertinya rohku sudah menghilang. Lesap di suatu malam tersedot sinar lampu jalan
Eh, tahunya aku ketemu orang gila lain yang menyodoriku Jack Daniels! Aku bersorak sorai. Barang mahal nih! Tak ada Tomi, Jack Daniels pun jadi! Setelah mencecap beberapa tetes, pikiranku mendadak terang. Teringat gambar kenikmatan duniawi, dan karenanya hidupku pun kembali gembira. Tapi jadi kusadari betapa tidak keruannya tubuhku. Memalukan! Semua harus ditata dari awal. Begini, ... .
Iya, pertama aku mau mandi dulu! Gosok gigi yang lama dan mandi pakai sabun bintang filem kenamaan. (Aku bisa membayangkan air yang membasuh tubuhku yang sudah digosok berubah coklat.) Lalu, dikeringkan dengan handuk lembut punya biniku. Setelah itu akan kukenakan baju koko warna putih, dan sarung biru motif kotak - kotak, serta kopiah. Bila persediaan parfum masih ada, tentu akan kupergunakan. Dengan sekali semprot tubuhku wangi ke mana - mana. Setelah bersih aku akan bernyali menghadap Tuhan di rumahNya dan mengajukan permohonan. Begitulah. Semua harus dipersiapkan dengan baik sebab minggu depan sudah lebaran. Di hari yang suci itu aku akan berangkat ke lapangan buat Shalat Ied berjamaah. Semua bergembira merayakan kemenangan. Oh, betapa indahnya! pikirku.
Tapi aku terkikik. Kuteguk minuman surga itu lagi. Glek! Glek! Glek! Hiks! ... Huh, menggelikan! gusarku.
Aku merasa merana seketika, seolah seseorang yang kusayang mati disambar geledek di depan mukaku. Aku 'kan tak bisa punya keinginan itu! Sudah terlalu lama aku menggembel. Aku hanya bernyali menatap tanah tempatku berpijak; dan bahkan tak berkuasa memerintah saraf dan perbuatanku sendiri agar selaras. Aku telah ditendang keluar dari rumah yang dulu kutempati. Kini aku tak punya tempat kembali, walaupun ingin. Duh, Gusti kalau saja aku bisa bertutur baik layaknya orang berbudaya, aku cuma ingin bilang kalau aku ingin sekali pulang dan tidur dengan nyenyak.
Setiap hari aku tenang berdiam diri di trotoar berdebu itu. Kalau bosan, geser selangkah. Kalau diberi nasi bungkus, bisalah pindah ke ujung jalan. Tapi aku selalu kembali ke situ. Kakiku tebal karena lumpur. Nggak apa - apa sih, enak juga nyeker.
Tak ada lagi yang berani menyentuhku. Orang Depsos malah tak satu pun menunjukkan batang hidung mereka. Siapa pun takut kena jotos tinjuku ini. Dikiranya aku orang sinting nyasar. Biar saja! Memang sudah hilang akalku ini. Tidak ada yang ngaku teman. Bahkan Tomi menghilang. Hubungan kami pernah sangat erat, sampai akhirnya aku bokek dan ia tak lagi datang menghibur. Saat aku bersahabat dengan rasa sepi, yang ada hanyalah kehampaan. Hampa! Ya Tuhanku, hampa! Aku jadi gambar ironi ketika teronggok di bawah sorot lampu jalan. Tapi, apa peduliku! Itu dulu. Sepertinya rohku sudah menghilang. Lesap di suatu malam tersedot sinar lampu jalan
Eh, tahunya aku ketemu orang gila lain yang menyodoriku Jack Daniels! Aku bersorak sorai. Barang mahal nih! Tak ada Tomi, Jack Daniels pun jadi! Setelah mencecap beberapa tetes, pikiranku mendadak terang. Teringat gambar kenikmatan duniawi, dan karenanya hidupku pun kembali gembira. Tapi jadi kusadari betapa tidak keruannya tubuhku. Memalukan! Semua harus ditata dari awal. Begini, ... .
Iya, pertama aku mau mandi dulu! Gosok gigi yang lama dan mandi pakai sabun bintang filem kenamaan. (Aku bisa membayangkan air yang membasuh tubuhku yang sudah digosok berubah coklat.) Lalu, dikeringkan dengan handuk lembut punya biniku. Setelah itu akan kukenakan baju koko warna putih, dan sarung biru motif kotak - kotak, serta kopiah. Bila persediaan parfum masih ada, tentu akan kupergunakan. Dengan sekali semprot tubuhku wangi ke mana - mana. Setelah bersih aku akan bernyali menghadap Tuhan di rumahNya dan mengajukan permohonan. Begitulah. Semua harus dipersiapkan dengan baik sebab minggu depan sudah lebaran. Di hari yang suci itu aku akan berangkat ke lapangan buat Shalat Ied berjamaah. Semua bergembira merayakan kemenangan. Oh, betapa indahnya! pikirku.
Tapi aku terkikik. Kuteguk minuman surga itu lagi. Glek! Glek! Glek! Hiks! ... Huh, menggelikan! gusarku.
Aku merasa merana seketika, seolah seseorang yang kusayang mati disambar geledek di depan mukaku. Aku 'kan tak bisa punya keinginan itu! Sudah terlalu lama aku menggembel. Aku hanya bernyali menatap tanah tempatku berpijak; dan bahkan tak berkuasa memerintah saraf dan perbuatanku sendiri agar selaras. Aku telah ditendang keluar dari rumah yang dulu kutempati. Kini aku tak punya tempat kembali, walaupun ingin. Duh, Gusti kalau saja aku bisa bertutur baik layaknya orang berbudaya, aku cuma ingin bilang kalau aku ingin sekali pulang dan tidur dengan nyenyak.
Pada Suatu Ketika
Wong takon
Wong sing tur kang angkoro
Antarane riko aku iki
Sumebar ron ronane koro
Janji sabar
Sabar sak wetoro wektu
Kala mangsane
Titi kolo mongso
Pamudjiku ti biso
Sinutra korban jiwanggo
Pamungkase kang tur angkoro
Titi kolo mongso
Sujiwo Tejo, 2002
Wong sing tur kang angkoro
Antarane riko aku iki
Sumebar ron ronane koro
Janji sabar
Sabar sak wetoro wektu
Kala mangsane
Titi kolo mongso
Pamudjiku ti biso
Sinutra korban jiwanggo
Pamungkase kang tur angkoro
Titi kolo mongso
Sujiwo Tejo, 2002
17an RW.09
Perayaan
Bulan Agustus identik dengan upacara bendera, umbul - umbul, perlombaan, karnaval anak - anak, panggung gembira, atau makan bersama di lapangan warga setempat. Tapi tahun 2011 ini kehadiran Agustus beriringan dengan bulan Ramadhan sehingga kesemarakan Hari Kemerdekaan RI tampak teredam dengan kekhusukan kaum muslim Indonesia dalam menjalankan ibadah puasa. Tak ada yang salah dengan kondisi itu. Ramadhan selalu membawa berkah, malah di tahun 1945 bulan puasa bersamaan dengan momentum proklamasi kemerdekaan kita.
Bagi warga Kelurahan Aren Jaya, Kota Bekasi perhelatan hari kemerdekaan tetap ditegakkan! Panitia Hari Kemerdekaan RI RW.09 Kel. Aren Jaya, Kota Bekasi , misalnya, mengadakan serentetan acara 17an. 60% warga terlibat dalam kegiatan ini baik sebagai panitia atau peserta dalam lomba - lomba yang diadakan panitia, di antaranya berkaitan dengan olahraga, dan pada tanggal 16 Juli 2011 itulah puncak penyelenggaraan kegiatan 17an. Diawali dengan jalan sehat yang dibuka dan dilepas langsung oleh Ketua RW pribadi.
Erobik
6.00 WIB, H. Wakhyudi, S.Pd melepas kontingen jalan sehat dari RT.01 hingga 11 menuju rute Jl. Nusantara Raya - Masjid Al - Mughni - Jl. Bali Raya - lalu kembali ke Lapangan Sekretariat RW.09.
7.30 WIB, senam bersama dimulai. Diikuti sekitar 200an peserta. Diawali dengan Senam Osteoporosis, kemudian dilanjutkan dengan Fun Aerobics, Poco - poco, Dangdut Aerobics.
Tetangga
Menjelang tengah hari kegiatan erobik tuntas, dan dilanjutkan acara lainnya seperti paduan suara, lomba merangkai bunga, dan ceramah agama menyambut bulan Ramadhan. Keseluruhan perhelatan berakhir ketika tengah malam tiba.
Demikian sekelumit gambaran perayaan kemerdekaan di lingkup RW.09. Bahkan semangat penyambutan 17an dengan fun aerobics menjalar pula ke Perumahan Polimer. Namun apapun, sehat, gembira, bertaburannya banyak hadiah, makanan yang melimpah dan partisipasi aktif masyarakat yang tercermin pada saat hari H tentunya sebagai wujud rasa syukur atas udara kemerdekaan yang dihirup sekarang ini.
Merebus Kesedihan
kami berpuasa dari sukacita, kami berpantang tertawa, kami membangun mimpi dari rasa cemas dan rasa takut yang akut. kami berpuasa agar kuat menanggung semua rasa airmata. asin, pedih, panas, pengap, pepat, nyeri, ngilu. kami berpuasa agar dapat belajar dari ketel yang menjerit menjelang subuh, merebus kesedihan yang memasygulkan malam. kami berpuasa dari hiruk pikuk keinginan yang tak terbeli oleh cinta, oleh pelukan, oleh cium lekat hangat bibir kami.
kami berpuasa, tak ingin menjolok bulan seribu, atau merobek langit dengan zikir semalaman. tak ingin menggerus neraka dengan tadarus hingga pedih mata, hingga habis suara. kami puasa, hanya untuk merebus kesedihan dalam ketel penuh air doa dari sumur di belakang rumah kami.
TS Pinang, 2008
kami berpuasa, tak ingin menjolok bulan seribu, atau merobek langit dengan zikir semalaman. tak ingin menggerus neraka dengan tadarus hingga pedih mata, hingga habis suara. kami puasa, hanya untuk merebus kesedihan dalam ketel penuh air doa dari sumur di belakang rumah kami.
TS Pinang, 2008
Senam Kridaprana = Waitankung
Chang Che Tung
Waitankung bukan merupakan jenis ilmu silat atau bela diri, juga bukan merupakan ilmu Ci Kung tradisional, yoga atau olahraga senam orang Barat. Waitankung lebih tepat disebut sebagai seni olahraga Tiongkok Kuno yang berhasil ditemukan kembali dan dikembangkan oleh Chang Che Tung, seorang mahaguru pemeluk agama Islam yang telah menekuninya selama lebih dari 30 tahun.
Dalam perjalanannya setelah melalui proses penuh keprihatinan, sang mahaguru yang semula mengidap penyakit rematik, malaria menahun, dan selalu insomnia telah berhasil menyusun kembali sebuah manuskrip kuno yang sudah tidak utuh akibat bencana alam. Namun, setelah menekuni berbagai petunjuk sesuai dengan isi manuskrip, semua keluhan penyakitnya bisa lenyap, dan dalam usianya yang menjelang senja, mahaguru itu justru tampak segar bugar. Maka tak pelak lagi, ia pun menyebarluaskan ilmu Waitankung ke seluruh lapisan masyarakat.
Latar Belakang
Segala sesuatu yang ada di alam ini akan mengalami penuaan, melemah, jatuh, dan berguguran. Demikian pula dengan manusia. Ketika seorang manusia memasuki umur 60 tahun maka di dalam tubuhnya akan lebih banyak menyimpan unsur Yin (negatif) sehingga semakin hari kondisi tubuh dan kesehatannya semakin melemah. Bagi mereka yang dapat mencapai usia 60 tahun akan lebih berbahagia bila dapat memanfaatkan sisa - sisa unsur positifnya (Yang) dengan berlatih Waitankung.
Latihan ini harus dilakukan teratur dan dengan pikiran positif. Oleh karena dalam 100 hari wajah akan tampak berseri - seri, penuh gairah dan semangat. Pada hari ke-300 energi dasar Waitankung pun sudah menyebar ke seluruh badan, kemudian merangsang daya dan keseimbangan organ - organ tubuh. Secara lahiriah kulit jadi halus, tidak berkeriput dan segar.
Gerakan
Sebelum gerakan utama dilakukan, energi dasar dari Waitankung sudah mengalir sejak persiapan. Dalam keadaan tenang sambil mengatur napas, demi kelancaran aliran darah maka pikiran dan hati seolah - olah dibiarkan kosong, tapi tetap berkonsentrasi penuh. Harus relaks, jangan mengeluarkan tenaga. Dalam persiapan ini dinantikan energi dasar Sien Tien Ci yang tidak berwujud (hanya dirasakan), kedua telapak barulah digetarkan.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh para peserta sebelum dan sesudah latihan:
A. Saat Latihan
1. Para peserta memperhatikan pelajaran dari pelatih
2. Para peserta sudah di tempat latihan sesuai jadwal
3. Para peserta melakukannya dengan kesabaran, keyakinan, dan rutinitas
tetap yakni setiap hari
4. Para peserta memakai seragam olahraga lengkap dengan alas kaki
sepatu
5. Peserta latihan sebelum mendapat sertifikasi melatih tidak
diperkenankan memimpin latihan
6. Para peserta dianjurkan untuk meninggalkan segala jenis latihan bela
diri selama melakukan latihan Waitankung
1. Latihan dilakukan minimal sehari satu kali selama 5 - 30 menit, dan harus
diawali dengan latihan pendahuluan (pemanasan).
2. Waktu latihan serasi. Bila dilakukan pada pagi hari maka antara jam 5.00
sampai dengan 7.00. Bila dilakukan sore hari, maka dimulai sekitar jam
17.00
3. Tempat latihan
- Di lapangan terbuka atau ruangan yang cukup sirkulasi udaranya
- Tidak di tempat yang berangin kencang
- Tidak di areal pekuburan/hutan lebat/bangunan tua kosong
- Jika dilakukan di ruang ber-AC, maka keringat harus sering - sering diseka dan pakaian juga harus diganti guna menjaga temperatur tubuh tetap hangat
- Jangan minum es
- Jangan duduk di bawah hembusan kipas angin/AC
- Jangan langsung melakukan hubungan seks habis berlatih
- Jangan langsung makan dan mandi (atau sekedar membersihkan tangan), tunggu sekitar 30 - 60 menit kemudian
C. Tentang makanan dan minuman
1. Perbanyak minum air putih, makan sayur dan buah - buahan
2. Jangan makan berlebihan dan hindari makanan yang berkolesterol
tinggi
3. Untuk peserta wanita yang sedang haid dianjurkan menghentikan
latihan sampai masa menstruasinya selesai
4. Bila sedang hamil, dianjurkan tidak berlatih dulu hingga si jabang bayi
lahir
5. Para peserta sebaiknya minum secangkir minuman manis hangat atau
makanan ringan daripada memulai latihan dengan perut kosong
D. Bagi Penderita Sakit Tertentu Ada Beberapa Hal yang Digarisbawahi
1. Penderita darah tinggi, diabetes, jantung tetap melanjutkan
pengobatan sesuai petunjuk dokter
2. Penderita rematik/radang persendian, setelah 2-3 bulan berlatih
Waitankung akan merasa sakitnya bertambah parah, padahal hal itu
adalah pertanda baik karena bagian dari proses penyembuhan
3. Penderita jantung, dianjurkan mempraktekkan latihan pendahuluan
selama 1 bulan terlebih dahulu lalu mulai ke latihan Waitankung
yang sesungguhnya
4. Yang tidak kuat berdiri, dapat duduk di bangku dengan kedua kaki di
atas lantai.
5. Para peserta latihan yang mempunyai keluhan sakit diharapkan
mengkomunikasikan sakitnya kepada pelatih agar pelatih dapat
melakukan pengamatan yang teratur dan seksama.
Jurus - jurus Persiapan dalam Waitankung :
1. Persiapan
2. Menyanggah Langit Memeluk Bulan
3. Belibis Terbang Berpaling Muka
4. Menyongsong Badai Salju
5. Lambaian Dewa
6. Menapis Gabah
7. Menanam Bibit
8. Mencabut Padi
9. Tendangan Membalik Mata Kaki
10. Gerakan Jalan di Tempat
12 Gerakan Inti:
1. Kura - kura bernapas
2. Panjang Umur
3. Elang rentang bersayap
4. Kepalan hampa penuh rahasia
5. Menyangga langit menekan bumi
6. Dewa bertapa
7. Gerakan menadah mutiara
8. Menggetarkan bumi memutar pinggang
9. Paduan Sukma
10. Santai penuh siaga
11. Langkah bangau
12. Pelepasan hawa/penutup
Sekelumit Waitankung yang sudah diperikan di atas merupakan saduran dari buku Mengenal Olahraga Senam Waitankung dan Faedahnya. Ditandaskan oleh penyusunnya bahwa penamaan jurus - jurus itu semata untuk memudahkan penyebutan saja karena merupakan terjemahan bebas. Tidak dicantumkan nama penyusun buku tersebut, namun tersirat Ibu Sophia Joseph berperan dalam buku yang dikeluarkan Sasana Kridaprana Indonesia, Bekasi.
Sophia Joseph adalah seorang pionir Waitankung Indonesia. Berawal dari penyakit yang dideritanya, dan berangsur membaik setelah menjalani senam. Dengan loyalitas tinggi, penuh dedikasi, dan tanpa pamrih beliau pun mulai mengasuh jenis senam ini. Dalam perkembangannya, para anggota memerlukan buku panduan Waitankung, maka Sophia Joseph beserta murid bimbingannya mempersembahkan buku ini kepada khalayak.
Yang menarik dari Senam Waitankung ini di antaranya adalah nama jurus - jurus tersebut sesuai gerakan yang biasa dipakai sehari - hari. Misalnya "Menanam Bibit", gerakan yang diperagakan di situ memang sebagaimana petani sedang menanam bibit di sawah atau ladang, atau pada "Elang Rentang Sayap" peserta merentangkan tangan sambil menggerakkan beberapa bagian tubuh tertentu seolah - olah ia adalah elang yang sedang mengepakkan sayap.
Lalu dalam hal hitungan, gerakan dimulai dari 1 (satu) hingga 9 (sembilan). Unsur positif (Yang) termaktub dalam hitungan 1 - 9, setelah itu kembali dari hitungan 1. Inilah yang dikenal sebagai sirkulasi hitungan awal dan akhir sesuai dengan peredaran/sirkulasi darah pada seluruh tubuh kita.
Dinamisasi gerakan memang tidak seaktif aerobics dance, misalnya, sehingga sebagian orang memandang senam ini dengan sebelah mata sebab terkesan lemot. Padahal tiap gerakan atau postur tubuh yang sedemikian rupa mengandung fungsi dan falsafah yang dalam.
Yang tak bisa disalahkan bila waitankung dianggap senam buat warga lansia karena peminatnya kebanyakan para lansia. Memang tidak tertutup kemungkinan orang berusia 30an mengikuti senam ini. Dengan catatan, bila ia sudah mulai mengidap penyakit tertentu, atau dalam keadaan sehat wal afiat, tetapi pada bagian jurus tertentu gerakannya berbeda sedikit.
Demo Wai Tan Kung
Kridaprana di Pelataran Kelurahan Aren Jaya
Kegunaan waitankung dirasakan oleh masyarakat di Kelurahan Aren Jaya, Bekasi Timur, Kota Bekasi. Sudah jamak pula beberapa kelompok senam bersama di seputaran kelurahan itu menyebut Waitankung dengan sebutan Senam Kridaprana. Ada dua hal yang menyebabkan sebutan Senam Kridaprana lebih populer ketimbang Waitankung di sana. Pertama, pengucapannya dirasa lebih gampang. Kedua, buku tuntunan sehat tentang seluk beluk Waitankung dikeluarkan oleh Sasana Kridaprana Indonesia, Bekasi. Kendati begitu mereka bukan kacang lupa pada kulit. Pada kenyataannya mereka tahu Senam Kridaprana adalah Waitankung.
Salah satu kelompok senam bersama Senam Kridaprana mengambil tempat di Pelataran Kelurahan Aren Jaya, Bekasi Timur, Kota Bekasi. Mereka tetap bertahan selama 10 tahun terakhir ini. Kegiatan ini dilaksanakan seminggu sekali tiap hari Minggu pagi pukul 06.00. Pada awal berdirinya sekelompok orang terdiri dari bapak - bapak dan ibu - ibu yang berdomisili di sekitar wilayah itu merintis kelompok senam bersama ini dengan berlatih di depan Puskesmas Aren Jaya. Dalam perjalanannya mereka pindah ke pelataran parkir kelurahan yang tempatnya tujuh kali lebih lapang dari sebelumnya.
Secara konstan jumlah anggota yang rajin berlatih sekitar 30 orang. Kebanyakan terdiri dari para lansia. 80% di antaranya adalah wanita, dan 20% sisanya adalah pria. Ketika kegiatan ini dirintis lapangan senantiasa dipenuhi para partisipan.Bisa mencapai 50 orang. Namun setelah para senior itu mahir, mereka menularkan keahlian mereka itu kepada lingkungan mereka sendiri setingkat RT atau di RW masing - masing.
Ketekunan mereka berlatih tak lain karena dampak positif yang sudah mereka rasakan langsung maupun tidak langsung. Beberapa peserta yang mengidap ginjal akut, ambeien, maag dan lain - lain, kondisinya membaik. Padahal kalau menilik pada 12 jurus gerakan sederhana diharapkan agar lima organ tubuh bagian dalam (paru-paru, jantung, ginjal, hati, dan limpa) selalu dalam keadaan baik, tapi selama ini hasil yang mereka dapat lebih dari sekedar kondisi kesehatan yang fit. Karena tali silaturahmi di antara para anggotanya membuat kualitas hidup mereka meningkat.
Lihat Peta Lebih Besar
India74
Setitik cahaya di ujung lorong pada awalnya. Tampak berkilauan dan menari - nari. Selama lima jam berikutnya cahaya itu semakin membesar. Pertama tercengang, kemudian tergoda. Terbesit hasrat ingin melihat karena sekilas pukas ia terlihat cantik. Tak sabar. Tetapi, bagaimana ini? Aku masih tersangkut. Di sini sempit dan aku masih bergelut cari jalan keluar. Masihkah ia di sana saat aku datang? ... Kemudian sesuatu terjadi. Jalanku melicin,dan tahu - tahu aku sudah merosot, terlepas, dan sepasang tangan menampungku. HUP!
Aku terjatuh ke dalam tangan yang hangat. Tangan yang sejuta kali lebih besar dari tanganku ini menyentuh tubuhku di mana - mana. Sungguh mengherankan merasakan kecekatan tangannya. Kalau saja waktu itu sudah kupahami konsep kesopanan, maka detik itu juga amarahku sudah melonjak karena ia juga sudah berani menepuk pantatku.
Tapi wanita itu menepuk dengan lembut, dan sensasi damai timbul mengalir ke seluruh pancainderaku. Ada udara murni menyerbu masuk ke dalam hidung, mengisi otakku, menuju kerongkongan, menyebar ke paru - paru, lalu menyatu ke dalam pembuluh darah. Setelah sedikit tenang, kusadari bahwa aku berada dalam naungan cahaya pudar kuning keemasan. Cahaya itu tidak lagi menari - nari, tapi hanya bersinar ramah. Cahaya, niatku hendak menyapa seolah sudah lama berkenalan dengannya . Namun, segalanya yang terjadi barusan itu datangnya bertubi - tubi sehingga perasaan riang dan bingung bercampur aduk tak keruan. Satu - satunya ekspresi yang kutahu dan bisa kutumpahkan adalah dengan cara menjerit - jerit di tengah ruangan. Keras sekali.
Mereka tertawa.
Lalu, lagi - lagi wanita itu, dia baik sekali merengkuhku (hati - hati); memindahkanku ke sebuah meja; membersihkan badanku yang lengket; membasuh dengan air hangat dan membungkusku dengan perca. Ia menyerahkanku pada wanita muda itu.
Wajah wanita muda itu letih dan tanpa riasan. Sekilas terlihat jelek. Berantakan sekali. Namun saat mendekatinya seperti ada tarikan kuat yang tak kumengerti. Aku ditempelkan ke dadanya, dipasrahkannya ku ke dalam pelukannya. Secara otomatis mulailah kumenyusu. Nyaman. Reda pula tangisku. Aku jadi teringat ketenangan dalam rahimnya beberapa jam yang lalu. Kami mulai saling berpandangan. Kuterpesona pada wajah yang menyiratkan rasa bahagia itu. Senyum sederhananya senantiasa mengembang dan matanya berbinar - binar. Kubiarkan jarinya menyelinap dalam genggaman tanganku. Aku suka padanya.
Kupikir bagus sekali bila momen kami ini diabadikan dalam foto - foto hitam - putih, atau yang berwarna sekalian. Meskipun yang mana pun sepertinya sama saja, tapi pilihanku condong pada yang dicuci berwarna, biar lebih mahal, tapi terlihat nyata. Aku tak keberatan dipotret bugil, mungil, ompong, atau dalam keadaan tak dibebat selembar kain pun. Suatu saat kelak - bila mereka mau sabar menungguku hingga aku sudah lebih dewasa sedikit - aku juga pasti telah serta merta lebih siap bergaya dan tampak molek dalam baju kodok keluaran mutakhir.
Apa saja, aku mau kok, tapi sayangnya tak ada pria berkodak di ruang itu. Tak ada pria satu pun! Keterlaluan! Padahal katanya di tahun 70an, para pria mulai terlibat dalam persalinan istri - istri mereka. Mereka tidak lagi menunggu resah di luar ruang kebidanan, tapi terlibat dalam proses melahirkan, meskipun mungkin partisipasi mereka sebatas menggenggam tangan istri yang sedang mengejan kesakitan.
Yah, sepertinya kelahiranku tidak dinantikan segegap gempita manakala si sulung lahir.
Dengan berjalannya waktu, hal itu sudah kulupakan. Dalam masa - masa balita ibu mengalihkan perhatianku pada banyak hal. Yang kerap terpatri adalah ketika ibu mengenalkanku pada cahaya, sumber cahaya : matahari, senter, petromaks, lampu, lampu lilin, dan seterusnya.
Saat sistem sensor motorik, afeksi, dan kognitifku mulai bekerja baik, barulah kusadari sumber cahaya yang pandai menari itu bernama bohlam. Ternyata bohlam itu adalah lampu yang sama yang kami pakai di setiap ruang di rumah kami yang dulu, meski dengan daya yang berbeda, tahun 80an. Cahaya yang sama. Ia bersinar saat gelap. Menemaniku menggambar dalam jarak 30 cm. Membiarkanku membaca dalam terangnya.
Memasuki tahun 90an, kami tak pakai bohlam lagi. Sudah diganti dengan lampu yang hemat energi, lebih terang, tapi lebih murah. Dan di masa itulah, suatu saat di Orde Presiden Soeharto masih sedikit lagi berjaya, kutemukan sebuah diari tua. Lembarannya memang sudah berwarna coklat, tapi kualitas kertas nomor wahid sehingga tidak lapuk atau pun rapuh. Tak ada yang berarti dalam diari itu. Lajur - lajur yang menandakan hari dan tanggal dalam 12 bulan itu dibiarkan 85% kosong. Tiap pergantian bulan dibatasi dengan gambar - gambar menarik negri India. Tapi momen seolah - olah berhenti pada suatu waktu.
Pada lajur Friday, tanggal itu, tertera dua baris tulisan ringkas. Tulisan sambung miring ke kanan dengan tinta hitam. Aku terpekur. Selamanya takkan kumiliki dokumentasi foto kelahiran, tapi rupanya bapak telah mencatat sebuah nama dan angka - angka 13.25 dalam diari bersampul India74.
Aku terjatuh ke dalam tangan yang hangat. Tangan yang sejuta kali lebih besar dari tanganku ini menyentuh tubuhku di mana - mana. Sungguh mengherankan merasakan kecekatan tangannya. Kalau saja waktu itu sudah kupahami konsep kesopanan, maka detik itu juga amarahku sudah melonjak karena ia juga sudah berani menepuk pantatku.
Tapi wanita itu menepuk dengan lembut, dan sensasi damai timbul mengalir ke seluruh pancainderaku. Ada udara murni menyerbu masuk ke dalam hidung, mengisi otakku, menuju kerongkongan, menyebar ke paru - paru, lalu menyatu ke dalam pembuluh darah. Setelah sedikit tenang, kusadari bahwa aku berada dalam naungan cahaya pudar kuning keemasan. Cahaya itu tidak lagi menari - nari, tapi hanya bersinar ramah. Cahaya, niatku hendak menyapa seolah sudah lama berkenalan dengannya . Namun, segalanya yang terjadi barusan itu datangnya bertubi - tubi sehingga perasaan riang dan bingung bercampur aduk tak keruan. Satu - satunya ekspresi yang kutahu dan bisa kutumpahkan adalah dengan cara menjerit - jerit di tengah ruangan. Keras sekali.
Mereka tertawa.
Lalu, lagi - lagi wanita itu, dia baik sekali merengkuhku (hati - hati); memindahkanku ke sebuah meja; membersihkan badanku yang lengket; membasuh dengan air hangat dan membungkusku dengan perca. Ia menyerahkanku pada wanita muda itu.
Wajah wanita muda itu letih dan tanpa riasan. Sekilas terlihat jelek. Berantakan sekali. Namun saat mendekatinya seperti ada tarikan kuat yang tak kumengerti. Aku ditempelkan ke dadanya, dipasrahkannya ku ke dalam pelukannya. Secara otomatis mulailah kumenyusu. Nyaman. Reda pula tangisku. Aku jadi teringat ketenangan dalam rahimnya beberapa jam yang lalu. Kami mulai saling berpandangan. Kuterpesona pada wajah yang menyiratkan rasa bahagia itu. Senyum sederhananya senantiasa mengembang dan matanya berbinar - binar. Kubiarkan jarinya menyelinap dalam genggaman tanganku. Aku suka padanya.
Kupikir bagus sekali bila momen kami ini diabadikan dalam foto - foto hitam - putih, atau yang berwarna sekalian. Meskipun yang mana pun sepertinya sama saja, tapi pilihanku condong pada yang dicuci berwarna, biar lebih mahal, tapi terlihat nyata. Aku tak keberatan dipotret bugil, mungil, ompong, atau dalam keadaan tak dibebat selembar kain pun. Suatu saat kelak - bila mereka mau sabar menungguku hingga aku sudah lebih dewasa sedikit - aku juga pasti telah serta merta lebih siap bergaya dan tampak molek dalam baju kodok keluaran mutakhir.
Apa saja, aku mau kok, tapi sayangnya tak ada pria berkodak di ruang itu. Tak ada pria satu pun! Keterlaluan! Padahal katanya di tahun 70an, para pria mulai terlibat dalam persalinan istri - istri mereka. Mereka tidak lagi menunggu resah di luar ruang kebidanan, tapi terlibat dalam proses melahirkan, meskipun mungkin partisipasi mereka sebatas menggenggam tangan istri yang sedang mengejan kesakitan.
Yah, sepertinya kelahiranku tidak dinantikan segegap gempita manakala si sulung lahir.
Dengan berjalannya waktu, hal itu sudah kulupakan. Dalam masa - masa balita ibu mengalihkan perhatianku pada banyak hal. Yang kerap terpatri adalah ketika ibu mengenalkanku pada cahaya, sumber cahaya : matahari, senter, petromaks, lampu, lampu lilin, dan seterusnya.
Saat sistem sensor motorik, afeksi, dan kognitifku mulai bekerja baik, barulah kusadari sumber cahaya yang pandai menari itu bernama bohlam. Ternyata bohlam itu adalah lampu yang sama yang kami pakai di setiap ruang di rumah kami yang dulu, meski dengan daya yang berbeda, tahun 80an. Cahaya yang sama. Ia bersinar saat gelap. Menemaniku menggambar dalam jarak 30 cm. Membiarkanku membaca dalam terangnya.
Memasuki tahun 90an, kami tak pakai bohlam lagi. Sudah diganti dengan lampu yang hemat energi, lebih terang, tapi lebih murah. Dan di masa itulah, suatu saat di Orde Presiden Soeharto masih sedikit lagi berjaya, kutemukan sebuah diari tua. Lembarannya memang sudah berwarna coklat, tapi kualitas kertas nomor wahid sehingga tidak lapuk atau pun rapuh. Tak ada yang berarti dalam diari itu. Lajur - lajur yang menandakan hari dan tanggal dalam 12 bulan itu dibiarkan 85% kosong. Tiap pergantian bulan dibatasi dengan gambar - gambar menarik negri India. Tapi momen seolah - olah berhenti pada suatu waktu.
Pada lajur Friday, tanggal itu, tertera dua baris tulisan ringkas. Tulisan sambung miring ke kanan dengan tinta hitam. Aku terpekur. Selamanya takkan kumiliki dokumentasi foto kelahiran, tapi rupanya bapak telah mencatat sebuah nama dan angka - angka 13.25 dalam diari bersampul India74.
Langganan:
Postingan (Atom)
Langganan:
Postingan (Atom)
:)
Daftar Isi 2019
Arsip
-
▼
2011
(26)
- Mei (3)
- Juni (4)
- Juli (4)
- Agustus (2)
- September (4)
- Oktober (3)
- November (3)
- Desember (3)
-
►
2012
(32)
- Januari (2)
- Februari (3)
- Maret (3)
- April (2)
- Mei (3)
- Juni (4)
- Juli (3)
- Agustus (2)
- September (3)
- Oktober (3)
- November (1)
- Desember (3)
-
►
2013
(28)
- Januari (2)
- Februari (3)
- Maret (3)
- April (3)
- Mei (2)
- Juni (3)
- Juli (1)
- Agustus (2)
- September (1)
- Oktober (3)
- November (3)
- Desember (2)
-
►
2014
(23)
- Januari (2)
- Februari (1)
- Maret (2)
- April (2)
- Mei (3)
- Juni (2)
- Juli (2)
- Agustus (3)
- September (2)
- Oktober (2)
- November (1)
- Desember (1)
-
►
2015
(26)
- Januari (2)
- Februari (3)
- Maret (3)
- April (3)
- Mei (3)
- Juni (2)
- Juli (1)
- Agustus (1)
- September (1)
- Oktober (2)
- November (3)
- Desember (2)
-
►
2016
(14)
- Januari (2)
- Februari (1)
- Maret (1)
- April (1)
- Mei (1)
- Juni (1)
- Juli (1)
- Agustus (1)
- September (2)
- Oktober (1)
- November (1)
- Desember (1)