Kamar Api
Dalam lambaian telapak kaki seorang perempuan yang kau kira adalah usus besarku, sebenarnya masih ada cerita yang tersisa, kamar api membakar semua mimpi.
Abu dan seluruh asap yang tertumpah, dan secangkir dahak hitam pengganti tuak hitam, habis aku bagi-bagikan pada seekor belalang, cicak, dan anjing yang memaksa masuk ke kamar kita, kamar api. Uap, terlukis juga ejaan api.
Kamar api membara
Membara
Kamar
Api
Dan lambaian itu seperti jilatan api. Ada terasa olehku betapa peluh kita akhirnya kering disalai berpuluh – puluh bara yang merekah
Merah …
Sepekat darah …
Menjelma kabut,
Ai … ai … ai.., jangan nak memaksa masuk
Kamar api telah penuh dengan panas api.
Ellyzan Katan, Ranai, 27 Juli 2008
Dear Diary
Jumat, 22 Maret 2013
10.30
Akhirnya kami bicara. Ribuan kata maaf; intonasi bernada pelan; dan volume ucapan yang rendah sepertinya cuma sedikit mengurangi hantaman akibat laporan observasi tentang eL my boy, putranya. Ia menerima masukan itu, mendengar dan menimbang jalan keluarnya.
14.00
Dalihnya kepanjangan. Dari soal hujan, jarak yang dekat jadi nggak perlu buru - buru merapikan diri, dan keasyikan baca buku bagus, akhirnya tujuan ke sana batal. Waktu bertatapan dengan jam dinding yang tersisa ya cuma penyesalan. Huhuhuuu … Kenapa ya terbujuk rayuan si syaiton yang terkutuk sampai batal pergi? Sigh!... Satu – satunya cara mengobati penyesalan itu adalah dengan menghibur diri sendiri bahwa – sebenarnya – cara terbaik sebelum memasuki majelisnya adalah – dengan sowan kembali pada sang guru. Begitu 'kan lebih sopan dan elegan! … Tapi gimana caranya ketemu yah? Adu du duuuh… Saya mentok bingung gimana cara menghubungi beliau karena kami selalu ketemu di jalan, nggak sengaja lagi!
Sabtu, 23 Maret 2013
Kepala saya pening gara – gara tidak mempersiapkan diri istirahat di hari libur. Istirahat itu artinya ya tidur, tapi juga bermakna tinggal di rumah, playing girl games ehem ya bersantai melakukan eksperimen resep di dapur, goleran sambil membaca buku, bebenah, atau “main komputer” di ruang sendiri. Lucu sekali saya bisa kebingungan mau ngapain.
Senin, 25 Maret 2013
19.00
“There is much light in the house,” said one of the boys from The Boys to Men Class --> favorite words of the day.
Selasa, 26 Maret 2013
06.00
Ini hari kedua Pagi – pagi, Om Robert tanpa Tante Siska. Dua pria itu siaran bareng, hmmm… . Ck ck ck lama – lama guyonan mereka terasa vulgar dan nggak asyik .
10.15
Dan hari ini bagai pucuk dicinta ulam tiba. Kami dipertemukan. … Di jalan! Tiba – tiba beliau memanggil saya dari seberang jalan. Saya memang ingin sekali bertemu sang guru. Saya hendak meng-up grade sesuatu. Kemarin dulu saya berharap bertemu. Nah! Kok, bisa begitu ya? Saya tahu hal seperti ini selalu berulang, tapi saya masih nggak percaya. Bagaimana ya menggambarkan rasanya? Ah, saya seharusnya lebih banyak mengucap kata syukur : "Alhamdulillah! Keren ini. Segala puji bagi Allah, Tuhan Semesta Alam." Tetapi tiba - tiba saya malu sekali dengan tumpukan dosa yang menggunung sebesar Himalaya.
Kamis, 28 Maret 2013
17.00
“People who engage in expressive writing report feeling happier and less negative than before writing. Similarly, reports of depressive symptoms, rumination, and general anxiety tend to drop in the weeks and months after writing about emotional upheavals.(”From “Writing to Heal” by James W. Pennebaker).
Jadi hari ini belajar menulis lagi. Membuat paragraf deduktif. Hanya satu paragraf. Topik: alasanku tidak suka pelajaran matematika di sekolah. Kami kerjakan dalam tiga puluh menit. Dimulai dengan ragangan. Saya membebaskannya dari ketentuan EYD agar ia leluasa mengeksplor dirinya dalam kata – kata. Kenyataannya masih banyak yang harus dikerjakan. Kata – katanya tumpang tindih, rangkaiannya kacau balau, dan terlalu banyak repetisi, bahkan sebetulnya ia tak dapat membaca tulisannya sendiri.
Info dari pengajar lain bahwa mata pelajaran yang disukai adalah bahasa Indonesia saya manfaatkan agar sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Kesempatannya mungkin cuma satu semester yang tinggal dua bulan ini saja. Itu pun kalau tak terpotongnya membolos.
Bila akhir pelajaran tiba, sepertinya waktu favorit buat kami berdua. Beda sudut pandang, tapi bagi saya, selain karena saya bisa lihat matanya berbinar dan senyumnya melebar, juga karena saya bisa melihatnya berpikir, sedang mereka – reka pertanyaan wajib yang harus diajukannya pada saya sesuai syarat dan ketentuan yang berlaku. Pertanyaan yang tak perlu dikhawatirkannya akan bersambut kemarahan atau ejekan. Pertanyaan tentang apa saja. Nah, pertanyaan yang diajukannya kali ini adalah hendak ke mana saya besok. Saya sempat tertegun. Dua menit yang lalu saya sempat jengkel karena dia bertanya sesuatu yang sudah diutarakan pada pertemuan – pertemuan sebelum. Di antara sepuluh juta pertanyaan yang bisa dilontarkan, kenapa kembali ke pertanyaan yang sama? Tapi kemudian, pertanyaan bagus itu mencuatlah. Yah! Bukan pertanyaan yang bisa bikin orang bilang : 'jadi gw harus bilang wow getoh', tapi bagi saya terdengar merdu dan di luar perkiraan. Sekarang saya menahan diri agar tak tergelak lagi dan menjawabnya dengan senyum, “Tidak kemana – mana di sini – sini saja.”
Jumat, 29 Maret 2013
Hari pertama.
Sabtu, 30 Maret 2013
It's the weekend time to make homemade siomay for my little band and special heart puding for me and Jejes.
... . (Q)
Buku yang Saya Suka
1. Khadijah, Ketika Rahasia Mim Tersingkap
Novel sejarah itu, memukau. Pembaca tidak saja mendapat katarsis kehidupan, tetapi menerima sajian data. Sebagaimana perkataan Tasaro GK, saya jadi belajar mencintai Bunda Khadijah secara revolusioner pula. Pemahaman revolusioner kami mungkin berbeda. Karena memasuki dunia Khadijah, Ketika Rahasia Mim Tersingkap saya sedikit ngeri atas persepsi sang penulis, Sibel Eraslan atas bunda kita, Khadijah, seorang istri tokoh dunia sepanjang masa, Rasulullah SAW. Tidak ada detail merusak, justru kehidupan dan kecantikan hati wanita agung itu direkonstruksi dengan indah dan penuh hormat. Untuk mencapai tingkat ini atau saat menggambarkan tokoh sepenting itu perlu riset mendalam dan seorang berhati bersih.
Waktu akhirnya saya berhenti “berpikir” dan berharap memperoleh data lebih banyak dan menikmati alur cerita dalam buku itu, saya dapatkan pelajaran yang berharga dan temukan bahwa kandungan dalam buku ini sangat romantis. Novel ini mampu melayangkan angan untuk memiliki kasih sayang dan cinta pendamping hidup yang akan menghapus semua kelelahan dan kekhawatiran dalam hidup; memiliki seseorang yang membuat dirinya bangkit dan bersemangat kembali; mempunyai suami yang wajahnya menyiratkan surga; menghubungkan hidupnya dengan kehidupan suaminya; memperbanyak cinta dan hanya diberikan kepada suaminya. Segalanya itu hanya bisa tercapai manakala sang pria merasa kasih sayang istrinya adalah kerajaan buatnya dan berlaku timbal balik . Mereka saling melengkapi.
Lalu, saya sadari kemudian, ekspektasi saya atas cerita cinta ini sangat besar. Biarpun happy ending, tetapi sampai tahap ini rasanya seperti baru mencicipi hidangan pembuka. Saya berharap buku ini dua kali lipat – bahkan tiga kali lipat – tebalnya, dan seandainya buku itu menjadi bengkak pasti saya akan baca berulang kali juga.
Eraslan, Sibel. Khadijah, Ketika Rahasia Mim Tersingkap. 2013. Depok : Kaysa Media.
2. Born to Be Genius
Saya sudah pernah baca buku ini beberapa tahun yang lalu, namun entah mengapa saya bisa sama sekali lupa. Rasanya seolah - olah baru pertama kali membaca buku ini. Yang menjadikannya istimewa karena saat ini saya sedang sangat perlu membaca buku semacam ini dan empunya kitab tahu – tahu menyodorkan kembali buku karangan Adi W Gunawan ini.
Dalam Born to Be Genius, tuturannya santai, tapi bernas. Isinya tentang penerapan pendidikan yang tepat sesuai kepribadian anak. Buku ini sangat menginspirasi. Banyak hal baru dalam buku ini yang sangat berguna untuk diterapkan buat anak – anak. Beberapa hal yang kerap saya pertanyakan sebelumnya terjawab di buku ini.
Ada buku yang semakin tebal, semakin baik, tetapi buku 253 halaman ini bagi saya sudah terasa cukup. Saya seperti menikmati hidangan lezat aneka rasa. Menyantap tanpa perlu sampai kekenyangan, dan cuma dengan 1/3 volume yang memenuhi perut saya, saya sudah merasa puas dan mendapat gizi lebih.
Gunawan, Adi W. Born to Be Genius. 2004. Jakarta : P.T. Gramedia Pustaka Utama. (Q)
Langganan:
Postingan (Atom)
Langganan:
Postingan (Atom)
:)
Daftar Isi 2019
Arsip
-
►
2011
(26)
- Mei (3)
- Juni (4)
- Juli (4)
- Agustus (2)
- September (4)
- Oktober (3)
- November (3)
- Desember (3)
-
►
2012
(32)
- Januari (2)
- Februari (3)
- Maret (3)
- April (2)
- Mei (3)
- Juni (4)
- Juli (3)
- Agustus (2)
- September (3)
- Oktober (3)
- November (1)
- Desember (3)
-
▼
2013
(28)
- Januari (2)
- Februari (3)
- Maret (3)
- April (3)
- Mei (2)
- Juni (3)
- Juli (1)
- Agustus (2)
- September (1)
- Oktober (3)
- November (3)
- Desember (2)
-
►
2014
(23)
- Januari (2)
- Februari (1)
- Maret (2)
- April (2)
- Mei (3)
- Juni (2)
- Juli (2)
- Agustus (3)
- September (2)
- Oktober (2)
- November (1)
- Desember (1)
-
►
2015
(26)
- Januari (2)
- Februari (3)
- Maret (3)
- April (3)
- Mei (3)
- Juni (2)
- Juli (1)
- Agustus (1)
- September (1)
- Oktober (2)
- November (3)
- Desember (2)
-
►
2016
(14)
- Januari (2)
- Februari (1)
- Maret (1)
- April (1)
- Mei (1)
- Juni (1)
- Juli (1)
- Agustus (1)
- September (2)
- Oktober (1)
- November (1)
- Desember (1)