Jumat, 22 Maret 2013
10.30
Akhirnya kami bicara. Ribuan kata maaf; intonasi bernada pelan; dan volume ucapan yang rendah sepertinya cuma sedikit mengurangi hantaman akibat laporan observasi tentang eL my boy, putranya. Ia menerima masukan itu, mendengar dan menimbang jalan keluarnya.
14.00
Dalihnya kepanjangan. Dari soal hujan, jarak yang dekat jadi nggak perlu buru - buru merapikan diri, dan keasyikan baca buku bagus, akhirnya tujuan ke sana batal. Waktu bertatapan dengan jam dinding yang tersisa ya cuma penyesalan. Huhuhuuu … Kenapa ya terbujuk rayuan si syaiton yang terkutuk sampai batal pergi? Sigh!... Satu – satunya cara mengobati penyesalan itu adalah dengan menghibur diri sendiri bahwa – sebenarnya – cara terbaik sebelum memasuki majelisnya adalah – dengan sowan kembali pada sang guru. Begitu 'kan lebih sopan dan elegan! … Tapi gimana caranya ketemu yah? Adu du duuuh… Saya mentok bingung gimana cara menghubungi beliau karena kami selalu ketemu di jalan, nggak sengaja lagi!
Sabtu, 23 Maret 2013
Kepala saya pening gara – gara tidak mempersiapkan diri istirahat di hari libur. Istirahat itu artinya ya tidur, tapi juga bermakna tinggal di rumah, playing girl games ehem ya bersantai melakukan eksperimen resep di dapur, goleran sambil membaca buku, bebenah, atau “main komputer” di ruang sendiri. Lucu sekali saya bisa kebingungan mau ngapain.
Senin, 25 Maret 2013
19.00
“There is much light in the house,” said one of the boys from The Boys to Men Class --> favorite words of the day.
Selasa, 26 Maret 2013
06.00
Ini hari kedua Pagi – pagi, Om Robert tanpa Tante Siska. Dua pria itu siaran bareng, hmmm… . Ck ck ck lama – lama guyonan mereka terasa vulgar dan nggak asyik .
10.15
Dan hari ini bagai pucuk dicinta ulam tiba. Kami dipertemukan. … Di jalan! Tiba – tiba beliau memanggil saya dari seberang jalan. Saya memang ingin sekali bertemu sang guru. Saya hendak meng-up grade sesuatu. Kemarin dulu saya berharap bertemu. Nah! Kok, bisa begitu ya? Saya tahu hal seperti ini selalu berulang, tapi saya masih nggak percaya. Bagaimana ya menggambarkan rasanya? Ah, saya seharusnya lebih banyak mengucap kata syukur : "Alhamdulillah! Keren ini. Segala puji bagi Allah, Tuhan Semesta Alam." Tetapi tiba - tiba saya malu sekali dengan tumpukan dosa yang menggunung sebesar Himalaya.
Kamis, 28 Maret 2013
17.00
“People who engage in expressive writing report feeling happier and less negative than before writing. Similarly, reports of depressive symptoms, rumination, and general anxiety tend to drop in the weeks and months after writing about emotional upheavals.(”From “Writing to Heal” by James W. Pennebaker).
Jadi hari ini belajar menulis lagi. Membuat paragraf deduktif. Hanya satu paragraf. Topik: alasanku tidak suka pelajaran matematika di sekolah. Kami kerjakan dalam tiga puluh menit. Dimulai dengan ragangan. Saya membebaskannya dari ketentuan EYD agar ia leluasa mengeksplor dirinya dalam kata – kata. Kenyataannya masih banyak yang harus dikerjakan. Kata – katanya tumpang tindih, rangkaiannya kacau balau, dan terlalu banyak repetisi, bahkan sebetulnya ia tak dapat membaca tulisannya sendiri.
Info dari pengajar lain bahwa mata pelajaran yang disukai adalah bahasa Indonesia saya manfaatkan agar sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Kesempatannya mungkin cuma satu semester yang tinggal dua bulan ini saja. Itu pun kalau tak terpotongnya membolos.
Bila akhir pelajaran tiba, sepertinya waktu favorit buat kami berdua. Beda sudut pandang, tapi bagi saya, selain karena saya bisa lihat matanya berbinar dan senyumnya melebar, juga karena saya bisa melihatnya berpikir, sedang mereka – reka pertanyaan wajib yang harus diajukannya pada saya sesuai syarat dan ketentuan yang berlaku. Pertanyaan yang tak perlu dikhawatirkannya akan bersambut kemarahan atau ejekan. Pertanyaan tentang apa saja. Nah, pertanyaan yang diajukannya kali ini adalah hendak ke mana saya besok. Saya sempat tertegun. Dua menit yang lalu saya sempat jengkel karena dia bertanya sesuatu yang sudah diutarakan pada pertemuan – pertemuan sebelum. Di antara sepuluh juta pertanyaan yang bisa dilontarkan, kenapa kembali ke pertanyaan yang sama? Tapi kemudian, pertanyaan bagus itu mencuatlah. Yah! Bukan pertanyaan yang bisa bikin orang bilang : 'jadi gw harus bilang wow getoh', tapi bagi saya terdengar merdu dan di luar perkiraan. Sekarang saya menahan diri agar tak tergelak lagi dan menjawabnya dengan senyum, “Tidak kemana – mana di sini – sini saja.”
Jumat, 29 Maret 2013
Hari pertama.
Sabtu, 30 Maret 2013
It's the weekend time to make homemade siomay for my little band and special heart puding for me and Jejes.
... . (Q)