Kami berada di Gunung Papandayan akhir November 2015. Hujan tidak turun setitik pun. Sementara suhu relatif normal. Alias tidak berada di posisi 100C seperti yang diperkirakan. Membawa baju penghangat dan sarung tangan dobel pun jadinya mubazir.
Kemping, treking, dan hiking jadi bagian dari kegiatan kami di sana. Pada saat treking banyak kekayaan hayati yang bisa dinikmati. Kalau waktunya lebih longgar kami tentu dapat mengenal flora lebih dalam di kawasan gunung itu. Mana yang bernama Pohon Suagi (Vaccinium valium), Edelweis (Anaphalis javanica), Puspa (Schima walichii), Saninten (Castanea argentea), Pasang (Quercus platycorpa), Kihujan (Engelhardia spicata), Jamuju (Podocarpus imbricatus), dan Manglid (Magnolia sp ). Adapun fauna di kawasan itu, meskipun disinyalir terdapat Babi Hutan (Sus vitatus), Trenggiling (Manis javanicus), Kijang (Muntiacus muntjak), Lutung (Trachypitecus auratus), beberapa jenis burung antara lain Walik (Treron griccipilla ), dan Kutilang ( Pycononotus aurigaste), tetapi sepanjang menapaki jalan menuju gunung tak kami temukan seekor pun.
Sebagai orang awam, pencinta alam dadakan yang bermodal stamina “seadanya” kawasan gunung Papandayan dapat ditaklukan siapa pun. (Stamina seadanya tentu maksudnya bukan yang tak pernah olahraga atau sakit – sakitan.) Tergantung pilihan : mau dipandang sebelah mata oleh para pecinta alam yang bertaburan di sana atau sebaliknya. Menapaki sejengkal demi sejengkal atau naik ojeg ke tujuan. Di sana ojeg beroperasi dengan menggunakan motor trail.
Letak Geografis
Situs Wikipedia menyebutkan Gunung Papandayan adalah gunung api strato yang terletak di Kabupaten Garut, Jawa Barat tepatnya di Kecamatan Cisurupan. Kompleks gunung berapi itu masih aktif dan mempunyai luas 10 Ha. Gunung dengan ketinggian 2665 meter di atas permukaan laut itu terletak sekitar 70 km sebelah tenggara Kota Bandung.
Topografi di dalam kawasan curam, berbukit dan bergunung serta terdapat tebing yang terjal. Menurut kalisifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk type iklim B, dengan curah hujan rata-rata 3.000 mm/thn, kelembaban udara 70 – 80 % dan temperatur 10 ยบ C.
Pada Gunung Papandayan, terdapat beberapa kawah yang terkenal. Di antaranya Kawah Mas, Kawah Baru, Kawah Nangklak, dan Kawah Manuk. Kawah-kawah tersebut mengeluarkan uap dari sisi dalamnya.
Letusan
Sejarah mencatat gunung api Papandayan telah beberapa kali meletus pada:
- 12 Augustus 1772. Letusan besar pada tahun ini menghancurkan sedikitnya 40 desa dan menewaskan sekitar 2957 orang. Daerah yang tertutup longsoran mencapai 10 km dengan lebar 5 km.
- 11 Maret 1923 terjadi sedikitnya 7 kali erupsi di Kawah Baru dan didahului dengan gempa yang berpusat di Cisurupan. (a) 25 Januari 1924, suhu Kawah Mas meningkat dari 364 derajat Celsius menjadi 500 derajat Celcius. Sebuah letusan lumpur dan batu terjadi di Kawah Mas dan Kawah Baru dan menghancurkan hutan. Sementara letusan material hampir mencapai Cisurupan; (b) 21 Februari 1925, letusan lumpur terjadi di Kawah Nangklak; (c) 1926 sebuah letusan kecil terjadi di Kawah Mas.
- 15 Agustus 1942
- 11 November 2002. Gunung bertipe Stratovolcano ini saat sebelum meletus pada tahun 2002 mempunyai empat buah kompleks kawah besar. Setelah meletus kawah ini menjadi sebuah areal kawah yang cukup besar. Bentuk kawah ini terlihat jelas dari kejauhan.
Cisurupan
Sampai di Cisurupan para pendaki menyewa angkot atau mobil pick up menuju area pertama sebelum pendakian. Jalanan beraspal dan sudah mulai menanjak dengan kemiringan bervariasi.
Camp David
Dari tempat kami berkemah perjalanan menuju start point membutuhkan waktu sekitar 45 menit jalan kaki. Meskipun untuk mencapainya dapat dijangkau dengan kendaraan roda dua maupun roda empat. Camp David adalah titik awal pendakian.atau biasa dikenal sebagai Pos Satu. Rute perjalanan tergolong sangat mudah karena masih melalui jalan beraspal. Para pendaki biasanya berkumpul di sini dengan kelompoknya masing-masing sebelum mulai mendaki. Di sini banyak berdiri warung – warung yang menjajakan makanan dan minuman.
Pada awalnya rute tergolong jinak. Sisa letusan gunung Papandayan terakhir sudah menutup jalan beraspal yang dulu pernah ada. Bebatuan di sekeliling kami. Bebauan belereng yang meruap ke udara. Kepulan asap kawah. Lalu, terlihat pemandangan iringan manusia di bagian bawah gunung yang menyemut adalah pemandangan yang tak terlupakan.
Meneruskan perjalanan ke Pondok Saladah barulah terasa gregetnya. Kemiringan permukaan tanah terasa ekstrim. Tiap 15 menit perhentian itu jadi keharusan karena harus mencari napas tambahan. Anak kecil akan senantiasa bilang, “Masih jauhkah kami dari titik berikutnya?” Saking beratnya rute. Tetapi, seorang bocah kelas 4 yang termasuk dalam rombongan tidak mengeluh seperti itu.
Pondok Saladah
Blok Pondok Saladah merupakan areal padang rumput seluas 8 Ha, dengan ketinggian 2.288 meter di atas permukaan laut. Di daerah ini mengalir sungai Cisaladah yang airnya mengalir sepanjang tahun. Lokasi ini sangat cocok untuk tempat berkemah. Di satu titik yang disebut Alun-alun sebelum letusan tahun 2002 banyak terdapat bunga abadi, edelweiss. Tapi setelah letusan bunga tersebut hingga saat ini belum tumbuh lagi. Di Pondok Saladah ini ada sungai kecil berair jernih hanya mengandung belerang.
Pondok Saladah menjadi klimaks perjalanan. Kendati Tegal Alun merupakan titik prestise para pendaki gunung Papandayan, tetapi setelah itu kami pulang ke perkemahan.
Perjalanan kembali ke tenda tidak kalah menantang. Jalan menurun tidak lantas dilalui dalam tempo singkat. Keluar dari Pondok Saladah kami memasuki belantara teduh di tepi tebing. Setelah itu menuruni jalan tanah berdebu. Debu dengan ketebalan 5 – 10 cm. Bilamana saat itu musim hujan saya membayangkan lumpur di mana – mana dan kami bagaimana pun harus melewati. Walaupun kering, jalanan itu licin sehingga kami harus berhati – hati.
Berada di ketinggian itu sangat mengagumkan karena lihat pemandangan yang luar biasa.(Q)
Daftar Pustaka:
https://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Papandayan
http://www.catatanhariankeong.com/2013/03/jalur-pendakian-gunung-papandayan.html