Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image

Bolehkah Aku?

  • Minggu, 11 September 2011
  • rani nuralam
  • Label: ,
  • Duh, Gusti! Masih tahu aku tentang rasa malu. Tapi mulutku terus menganga dan aroma alkohol menguar tajam dari mulut. Kata - kata yang menyembur tiada terkira : acak - acakan, tidak senonoh, penuh air liur. Bauku tengik. Dakiku pun menghitam. Baju 20 hari ini tak dibilas kalau tak kena hujan. Kumal, dekil dan semakin lusuh setiap hari. Sebentar lagi compang - camping dan bakal mengumbarkan auratku ke mana - mana.

    Setiap hari aku tenang berdiam diri di trotoar berdebu itu. Kalau bosan, geser selangkah. Kalau diberi nasi bungkus, bisalah pindah ke ujung jalan. Tapi aku selalu kembali ke situ. Kakiku tebal karena lumpur. Nggak apa - apa sih, enak juga nyeker.

    Tak ada lagi yang berani menyentuhku. Orang Depsos malah tak satu pun menunjukkan batang hidung mereka. Siapa pun takut kena jotos tinjuku ini. Dikiranya aku orang sinting nyasar. Biar saja! Memang sudah hilang akalku ini. Tidak ada yang ngaku teman. Bahkan Tomi menghilang. Hubungan kami pernah sangat erat,  sampai akhirnya aku bokek dan ia tak lagi datang menghibur. Saat aku bersahabat dengan rasa sepi, yang ada hanyalah kehampaan. Hampa! Ya Tuhanku, hampa! Aku jadi gambar ironi ketika teronggok di bawah sorot lampu jalan. Tapi, apa peduliku! Itu dulu. Sepertinya rohku sudah menghilang. Lesap di suatu malam tersedot sinar lampu jalan

    Eh, tahunya aku ketemu orang gila lain yang menyodoriku Jack Daniels! Aku bersorak sorai. Barang mahal nih! Tak ada Tomi, Jack Daniels pun jadi! Setelah mencecap beberapa tetes, pikiranku mendadak terang. Teringat gambar kenikmatan duniawi, dan karenanya hidupku pun kembali gembira. Tapi jadi kusadari betapa tidak keruannya tubuhku. Memalukan! Semua harus ditata dari awal. Begini, ... .

    Iya, pertama aku mau mandi dulu! Gosok gigi yang lama dan mandi pakai sabun bintang filem kenamaan. (Aku bisa membayangkan air yang membasuh tubuhku yang sudah digosok berubah coklat.) Lalu, dikeringkan dengan handuk lembut punya biniku. Setelah itu akan kukenakan baju koko warna putih, dan sarung biru motif kotak - kotak, serta kopiah. Bila persediaan parfum masih ada, tentu akan kupergunakan. Dengan sekali semprot tubuhku wangi ke mana - mana. Setelah bersih aku akan bernyali menghadap Tuhan di rumahNya dan mengajukan permohonan. Begitulah. Semua harus dipersiapkan dengan baik sebab minggu depan sudah lebaran. Di hari yang suci itu aku akan berangkat ke lapangan buat Shalat Ied berjamaah.  Semua bergembira merayakan kemenangan. Oh, betapa indahnya! pikirku.

    Tapi aku terkikik. Kuteguk minuman surga itu lagi. Glek! Glek! Glek! Hiks! ... Huh, menggelikan! gusarku.

    Aku merasa merana seketika, seolah seseorang yang kusayang mati disambar geledek di depan mukaku. Aku 'kan tak bisa punya keinginan itu! Sudah terlalu lama aku menggembel. Aku hanya bernyali menatap tanah tempatku berpijak; dan bahkan tak berkuasa memerintah saraf dan perbuatanku sendiri agar selaras. Aku telah ditendang keluar dari rumah yang dulu kutempati. Kini aku tak punya tempat kembali, walaupun ingin. Duh, Gusti kalau saja aku bisa bertutur baik layaknya orang berbudaya, aku cuma ingin bilang kalau aku ingin sekali pulang dan tidur dengan nyenyak.
    (c) Copyright 2010 lampu bunga. Blogger template by Bloggermint