Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image

Seringkali aku berkata,

  • Kamis, 19 Mei 2011
  • rani nuralam
  • Label: ,
  • ketika orang memuji milikku,
    bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,
    bahwa mobilku hanya titipanNya,
    bahwa rumahku hanya titipanNya,
    bahwa hartaku hanya titipanNya,
    bahwa putraku hanya titipanNya,

    tetapi,

    mengapa aku tak pernah bertanya,
    mengapa Dia menitipkan padaku?
    Untuk apa Dia menitipkan ini padaku?

    Dan kalau bukan milikku,
    apa yang harus kulakukan untuk milikNya ini?

    Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
    Mengapa hatiku justru terasa berat,
    ketika titipan itu diminta kembali olehNya?

    Ketika semua itu diminta kembali,
    kusebut itu sebagai musibah,
    kusebut itu sebagai ujian,
    kusebut itu sebagai petaka,
    kusebut dengan panggilan apa saja
    untuk melukiskan bahwa itu adalah derita

    Ketika aku berdoa,
    kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
    aku ingin lebih banyak harta,
    ingin lebih banyak mobil,
    lebih banyak rumah,
    lebih banyak popularitas,

    dan kutolak sakit,
    kutolak kemiskinan,
    Seolah ... .
    semua "derita" adalah hukuman bagiku.

    Seolah ...
    keadilan dan kasihNya harus berjalan seperti
    matematika:

    aku rajin beribadah,
    maka selayaknyalah derita menjauh dariku,
    dan Nikmat dunia kerap menghampiriku.

    Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang
    dan bukan Kekasih.

    Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku",
    dan menolak keputusanNya yang tak sesuai
    keinginanku,

    Gusti,
    padahal tiap hari kuucapkan,
    hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah ... 

    "ketika langit dan bumi bersatu,
    bencana dan keberuntungan sama saja"

    WS. Rendra
    (c) Copyright 2010 lampu bunga. Blogger template by Bloggermint